Akhir-akhir ini, para investor yang sering menemukan kata medium term notes dalam saham-saham yang mereka mau investasikan. Tapi, masih tak banyak yang paham pengertian dari medium term notes atau MTN itu sendiri. Padahal, seharusnya para investor harus mengetahui ini lebih lagi, karena ini merupakan istilah yang wajib untuk diketahui sebagai investor.

Surat utang jangka menengah atau Medium Term Note (MTN) bisa menjadi salah satu instrumen investasi yang menarik bagi para investor. Imbal hasil yang cukup kompetitif dan tenor tak terlalu panjang menjadi daya tarik utama. Tetapi, apa saja risikonya? Berikut penjelasan lengkapnya yang telah dirangkum oleh Qoala.

Apa Itu Medium Term Notes?

Apa Itu Medium Term Notes
Sumber Foto: Mameraman Via Shutterstock

Medium Term Note (MTN) atau surat utang jangka menengah merupakan surat utang yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang membutuhkan dana pembiayaan dalam jangka waktu antara 5 (lima) hingga 10 (sepuluh) tahun, namun bisa juga masanya hanya selama 1 (satu) tahun.

Sebagai surat utang, MTN pastinya disertai dengan pengembalian bunga dalam tingkat tertentu. Tingkat bunga yang digunakan dalam MTN adalah suku bunga mengambang yang mengacu pada suku bunga yang dikenal dalam dunia keuangan internasional. MTN yang diterbitkan dalam mata uang euro menggunakan acuan suku bunga Euribor (Euro Interbank Offered Rate). Sementara di Indonesia, MTN yang diterbitkan dalam mata uang rupiah mengacu pada suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Penerbitan MTN oleh perusahaan yang terdaftar sebagai penerbit MTN bertujuan untuk memperoleh utang secara teratur dan berkesinambungan guna membiayai kebutuhan dana jangka menengahnya. Bahkan, penerbitan MTN ini menjadi program pendanaan rutin perusahaan berbiaya murah. Mengapa berbiaya murah? Perusahaan tak perlu menyiapkan dokumen-dokumen hukum secara lengkap setiap kali menerbitkan MTN.

Dalam proses penawarannya, perusahaan penerbit MTN bisa langsung menjualnya kepada investor tanpa perlu melalui pasar modal atau bursa efek. Bagi investor, MTN menjadi salah satu jenis portofolio investasi menguntungkan yang bisa dipilih untuk jangka menengah. Sebagai jenis investasi, MTN tidaklah bebas risiko, hanya saja risikonya tergolong rendah tetapi tingkat pengembaliannya cukup tinggi dari tingkat suku bunga mengambang yang digunakan sebagai acuan.

Dasar Hukum Medium Term Notes

Pada Peraturan No. 30/POJK.04/2019, bab III, pasal 6 mengatur beberapa hal terkait issuer atau pihak yang bisa menerbitkan dan membeli kembali EBUS atau MTN, yaitu:

  1. Emiten atau Perusahaan Publik.
  2. Lembaga supranasional, atau
  3. Badan usaha atau badan hukum di Indonesia selain pihak sebagaimana dimaksud dalam poin pertama.
  4. Kontrak investasi kolektif (KIK) yang dapat menerbitkan Efek bersifat utang dan/atau Sukuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor pasar modal.

Selain itu, dalam Bab II, Pasal 3 juga diatur sejumlah kriteria bagi penerbitan EBUS yang tanpa melalui penawaran umum, yaitu:

  1. Memiliki jatuh tempo lebih dari 1 (satu) tahun, yang nilai penerbitannya paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau kurang dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) yang penerbitannya dilakukan beberapa kali sehingga dalam jangka waktu 1 (satu) tahun mencapai nilai paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); atau
  2. Memiliki jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) tahun, yang tidak diawasi oleh otoritas lain, yang nilai penerbitannya paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) atau kurang dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) yang penerbitannya dilakukan beberapa kali sehingga dalam jangka waktu 1 (satu) tahun mencapai nilai paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah).

Ketentuan lain yang disebutkan dalam aturan ini (Bab II, pasal 4, ayat (1)), yaitu:

  1. Diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat dan disimpan dalam penitipan kolektif di lembaga penyimpanan dan penyelesaian; diperingkat atau dijamin/ditanggung dengan jaminan/penanggungan senilai paling sedikit 100% (seratus persen) dari nilai nominal EBUS Tanpa Penawaran Umum, jika diterbitkan oleh pihak selain Emiten atau Perusahaan Publik;.
  2. hanya dapat dibeli kembali setelah 1 (satu) tahun dari tanggal penerbitan atau tanggal distribusi EBUS Tanpa Penawaran Umum; dan satuan pemindahbukuan EBUS Tanpa Penawaran Umum paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) atau kelipatannya, dan jumlah pemegang EBUS Tanpa Penawaran Umum di Indonesia tidak lebih dari 49 (empat puluh sembilan) pihak.

Perbedaan Medium Term Notes dan Obligasi

Surat berharga dalam jenis surat utang tak hanya MTN, tetapi ada juga obligasi. Kamu tentu sudah tidak asing lagi dengan jenis surat utang yang satu ini. Meski sama-sama surat utang, namun obligasi berbeda dengan MTN. Berikut beberapa hal yang membedakan antara MTN dengan obligasi.

  • Jangka waktu penarikan atau pelunasan

Jika MTN memiliki jangka waktu antara 5 hingga 10 tahun, maka jangka waktu obligasi berkisar antara 1 hingga 10 tahun. Menariknya, meski jangka waktunya 5 hingga 10 tahun, namun perusahaan penerbit MTN umumnya telah menarik kembali MTN dengan membayar pokok beserta dengan bunganya kepada investor hanya dalam jangka waktu 1 tahun. Artinya, pelunasan MTN bisa dilakukan sebelum jatuh tempo.

Lain halnya dengan obligasi, di mana perusahaan penerbit obligasi melakukan pelunasan atau pembayaran pokok dan bunga obligasi kepada investor (pemenang obligasi) sesuai dengan waktu jatuh tempo yang telah ditentukan. Dengan demikian, pelunasan obligasi tidak bisa dilakukan sebelum jatuh tempo. Meski begitu, investor bisa menjual obligasi atau memindahtangankannya kepada pihak lain sebelum jatuh tempo.

  • Proses penawaran atau penjualan

Telah disinggung sebelumnya bahwa MTN ditawarkan atau dijual langsung kepada investor tanpa melalui pasar modal. Penawaran MTN umumnya terbatas hanya kepada pihak-pihak tertentu saja. Artinya, MTN ditawarkan atau dijual secara terbatas.

Sementara penawaran obligasi dilakukan secara umum baik melalui media massa maupun pasar modal. Oleh sebab itu, penawaran obligasi cenderung lebih terbuka dibandingkan MTN.

  • Penerbit

Ditinjau dari aspek pihak yang menerbitkan surat berharga berbasis utang, MTN umumnya diterbitkan oleh perusahaan atau korporasi. Berbeda dengan obligasi, yang bisa diterbitkan oleh korporasi dan juga pemerintah.

  • Tingkat suku bunga

Tingkat suku bunga pada surat berharga berbasis utang seperti MTN dan obligasi biasa disebut dengan kupon. Besaran kupon tergantung pada jangka waktu dan rating dari perusahaan penerbit surat utang tersebut. Semakin lama jangka waktunya, besaran kupon akan semakin besar. Demikian pula semakin bagus rating dari perusahaan penerbit surat utang, maka semakin besar pula kupon atau tingkat bunga yang diberikan. Pun sebaliknya.

Jenis suku bunga yang digunakan sebagai acuan antara MTN dengan obligasi berbeda. MTN menggunakan jenis suku bunga mengambang yang mengacu pada suku bunga SBI. Sementara obligasi umumnya menggunakan suku bunga tetap (fixed rate).

Resiko Medium Term Notes

Sebagai surat berharga berbasis utang yang sekaligus menjadi pilihan invest, MTN tidak lepas dari risiko. Nah, berikut ini adalah risiko dari MTN.

1. Gagal bayar dari perusahaan penerbit MTN

Risiko pertama dari MTN adalah gagal bayar dari pihak perusahaan penerbit MTN itu sendiri. Korporasi atau perusahaan yang mengeluarkan Medium Term Note akan menggunakan dana utang untuk pembiayaan atas berbagai proyek bisnisnya. Dalam penerapannya, bisa jadi perusahaan akan mengalami sejumlah kendala yang membuat tingkat keuntungan proyeknya tidak berjalan dengan baik dan bahkan tidak balik modal.

Akibatnya, perusahaan tidak mempunyai sejumlah dana yang cukup untuk membayar utang pokok dan bunga yang dijanjikan kepada investor. Sehingga, terjadilah gagal bayar. Salah satu penyebabnya adalah proses penawaran yang dilakukan secara langsung pada investor. Karena proses penawarannya yang dilakukan secara tertutup dan tidak melibatkan berbagai pihak berwenangan seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), maka prosesnya pun dianggap kurang transparan.

2. Tidak diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses penawaran MTN bisa dilakukan tanpa melalui bursa efek, sehingga tidak bisa diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Oleh karena itu, MTN dinilai kurang aman.

3. Perubahan tingkat suku bunga

Di satu sisi, penggunaan suku bunga mengambang pada SBI dinilai menguntungkan, tapi disisi lain juga memiliki risiko kerugian. Suku bunga mengambang memiliki kemungkinan fluktuatif dan mengikuti perubahan suku bunga SBI yang dijadikan sebagai pedoman. Bila suku bunga SBI terjadi peningkatan, tentunya akan menguntungkan investor, tapi bila menurun tentu akan memberikan kerugian.

Adapun risiko Investasi dalam instrumen investasi Medium Term Notes (MTN) lainnya, yakni:

  • Karena Medium Term Notes (MTN) tidak wajib dicatatkan di Bursa Efek, menjadikan MTN relatif kurang likuid dan jarang dikenal masyarakat luas.
  • Ada kemungkinan risiko terjadi gagal bayar dari pihak issuer.
  • Tidak dijamin oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), karena bukan produk perbankan.
  • Tidak harus memiliki rating seperti obligasi.
  • Jika di rating biasanya berada 1 notch di bawah obligasi seniornya (issuer yang sama), karena MTN biasanya memberi imbal hasil yang lebih tinggi dibanding obligasi senior.
  • Jika perusahaan memiliki aset dalam bentuk gedung yang sudah dijaminkan ke bank, maka ketika terjadi gagal bayar, hasil penjualan dari gedung tersebut tidak dapat dibayarkan kepada pemegang obligasi atau MTN.
  • Posisi pemegang MTN berada di bawah pemegang obligasi senior, tetapi di atas pemegang saham, ketika issuer terpaksa di likuidasi.

Beberapa risiko gagal bayar yang pernah terjadi selama ini pada jenis instrumen investasi MTN, membuat OJK akhirnya pada tanggal 29 November 2019 mengeluarkan Peraturan No. 30/POJK.04/2019 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang dilakukan tanpa melalui Penawaran Umum (EBUS). Dengan adanya aturan ini, efektif 1 Juni 2020, proses penerbitan dan pemasaran EBUS atau Surat utang jangka menengah (MTN) di Indonesia menjadi lebih ketat karena ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi dan diawasi oleh OJK serta upaya preventif dan represif dalam melindungi kepentingan issuer dan investor MTN khususnya apabila terjadi gagal bayar.

Syarat Penerbitan MTN

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peraturan baru terkait penerbitan efek bersifat utang atau sukuk yang dilakukan tanpa penawaran umum (EBUS) atau yang lazim disebut surat utang jangka menegah (medium term notes/MTN). Beleid yang mengatur masalah ini dituangkan dalam POJK Nomor 20/POJK.04/2019 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang Dilakukan Tanpa Melalui Penawaran Umum. Aturan ini disahkan pada 29 November 2019 yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. Dalam POJK ini, diatur sejumlah kriteria bagi penerbit EBUS tanpa melalui penawaran umum, yaitu :

  1. memiliki jatuh tempo lebih dari 1 (satu) tahun,yang nilai penerbitannya paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau kurang dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)yang penerbitannya dilakukan beberapa kali sehingga dalam jangka waktu 1 (satu) tahun mencapai nilai paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau
  2. memiliki jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) tahun yang tidak diawasi oleh otoritas lain, yang nilai penerbitannya paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau kurang dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)yang penerbitannya dilakukan beberapa kali sehingga dalam jangka waktu 1 (satu) tahun mencapai nilai paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Ketentuan lain yang disebutkan dalam aturan ini yaitu:

  1. diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat dan disimpan dalam penitipan kolektif di lembaga penyimpanan dan penyelesaian;
  2. diperingkat atau dijamin/ditanggung dengan jaminan/penanggungan senilai paling sedikit 100% (seratus persen) dari nilai nominal EBUS Tanpa Penawaran Umum, jika diterbitkan oleh pihak selain Emiten atau Perusahaan Publik;
  3. hanya dapat dibeli kembali setelah 1 (satu)tahun dari tanggal penerbitan atau tanggal distribusi EBUS Tanpa Penawaran Umum; dan
  4. satuan pemindahbukuan EBUS Tanpa Penawaran Umum paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) atau kelipatannya, dan jumlah pemegang EBUS Tanpa Penawaran Umum tidak lebih dari 49 (empat puluh sembilan) pihak.

Lalu siapa saja yang bisa menerbitkan EBUS? Berikut beberapa daftarnya:

  1. Emiten atau Perusahaan Publik;
  2. badan usaha atau badan hukum di Indonesia selain pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. lembaga supranasional; atau
  4. kontrak investasi kolektif yang dapat menerbitkan Efek bersifat utang dan/atau Sukuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor pasar modal.

Sebagai informasi, ada lebih dari 175 produk MTN yang terdaftar di website resmi KSEI (https://www.ksei.co.id/services/registered-securities/medium-term-notes), antara lain:

  • MTN dan MTN Syariah ijarah PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., senilai 1.5 Triliun rupiah, untuk pengembangan jaringan akses dan backbone untuk pembangunan jaringan broadband fiber to the home (FTTH).
  • MTN PT Asuransi Jiwasraya, senilai 500 miliar rupiah dengan kupon 11.25% per tahun, untuk melunasi kewajiban dari perusahaan tersebut.
  • MTN VI tahun 2018 PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP), seri A senilai 900 miliar rupiah, untuk jangka waktu 2 tahun dengan imbal hasil 10.15% per tahun. Dan seri B senilai 200 miliar rupiah untuk jangka waktu 3 tahun dengan tingkat imbal hasil 10.25%. dana yang dikumpulkan digunakan untuk modal kerja, belanja modal dan refinancing utang perseroan.
  • MTN I tahun 2018 sebesar 100 miliar rupiah dengan jangka waktu 5 tahun dan imbal hasil 8% per tahun. Dana yang diperoleh dari investor digunakan untuk modal kerja dan pengembangan usaha.

Beberapa tahun terakhir, untuk kebutuhan dana pensiun para investor maupun para Manajer Investasi, membeli instrument Medium Term Notes (MTN) untuk mengisi portfolionya, karena suku bunga yang ditawarkan cukup menarik. Bedanya, jika instrumen tersebut untuk mengisi reksa dana pendapatan tetap, atau pasar uang (jangka sangat pendek), harus tetap dalam batas wajar dan mengikuti kaidah atau aturan OJK, yaitu tidak lebih boleh dari 10% dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM). Tetapi jika pembeli MTN tersebut adalah reksa dana terproteksi, maka boleh maksimal sampai 100% AUM reksa dana terproteksi tersebut.

Sehingga bila investor tidak mau membeli MTN secara langsung ke agen penjual (arranger) atau issuer karena nilai pokok investasi yang tinggi, maka investor dapat membeli via reksa dana dengan nilai yang lebih kecil.

Kelebihan dan Kekurangan MTN

Kelebihan dan Kekurangan MTN
Sumber Foto: Yuriy K Via Shutterstock

Seperti yang disinggung sedikit di awal, keberadaan MTN ini ada di antara deposito dan obligasi. Bisa dibilang mirip deposito karena beberapa faktor seperti:

  • Jangka waktu jatuh tempo yang fleksibel.
  • Nilai investasi serta suku bunga (imbal hasil atau kupon) yang bisa menyesuaikan.
  • Saat jatuh tempo otomatis investasi atau nilai pokok dikembalikan.
  • Dapat di rollover, tetapi mungkin akan berbeda suku bunga atau imbal hasil atau kupon nya.

Sedangkan MTN mirip dengan obligasi (bonds) karena bisa untuk investasi jangka panjang. Perbedaanya MTN tidak memiliki nilai atau harga yang bisa diperjualbelikan di pasar atau antar investor. Jadi jika investor ingin mencairkan MTN sebelum jatuh tempo, bisa melalui issuer atau via agen penjual (arranger), tetapi ada penalti karena pencairan sebelum jatuh tempo. Biasanya MTN ini dapat dibeli melalui Asset Management, sekuritas atau pihak yang menjadi agen penjual atau arranger dari issuer MTN.

Manfaat dan Keuntungan Investasi MTN bagi Investor

  • Setiap Investor bebas memilih dan membeli MTN sesuai dengan tenor (jatuh tempo) yang ditawarkan, mulai dari jangka sangat pendek (kurang dari setahun) hingga jangka menengah (jatuh tempo tiga hingga sepuluh tahun). Hal ini juga bisa menyesuaikan dengan panjang total waktu yang diperkirakan akan dipegang oleh investor (time horizon investasi) yang dibutuhkan investor, kebutuhan income rutin bulanan dan profil risiko investor.
  • Investor juga dapat berinvestasi dengan nilai pokok yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan atau tingkat risikonya, sehingga otomatis besaran suku bunga (imbal hasilnya) menyesuaikan tanggal jatuh tempo dan nilai investasinya.
  • Imbal hasil atau bunga atau kupon yang didapat lebih tinggi dari deposito tertinggi, dibayarkan pada setiap term yang disepakati di awal. Pada saat jatuh tempo, Investor akan mendapatkan pengembalian investasi (nilai pokok) + imbal hasil terakhir dari issuer.

Manfaat dan Keuntungan Investasi MTN bagi Issuer

  • MTN sebagai salah satu alternatif sumber bridging finance (pembiayaan jangka pendek), berbentuk surat hutang dengan jangka waktu menengah, tanpa melalui penawaran umum.
  • MTN dapat memberi modal kerja yang yang diperlukan issuer untuk pengembangan usaha, sehingga arus kas perusahaan jadi lebih konsisten.
  • Memberi Imbal hasil (kupon) dengan suku bunga mengambang (floating), menyesuaikan kondisi (proyeksi) BI7DRR terbaru + bunga premium. Bunga memang berbeda pada saat beli atau rollover, tetapi fix rate sampai jatuh tempo.
  • Issuer menawarkan MTN dengan atau tanpa opsi call, Issuer dapat sewaktu-waktu mengembalikan dana investor apabila suku bunga tidak kondusif, dan menjual MTN kepada investor baru atau yang ingin rollover dengan tingkat bunga lebih rendah dari sebelumnya (disesuaikan dengan kondisi terbaru).
  • Proses MTN di Indonesia lebih mudah karena laporan keuangannya bisa menggunakan yang tanpa proses audit.
  • Biaya proses penerbitan instrument MTN jauh lebih kecil dari proses kredit di perbankan atau surat utang lainnya.
  • Issuer bisa terus menawarkan MTN ini secara berkelanjutan tanpa harus melaui proses legal terus-menerus ke regulator terkait.

Issuer (pihak) yang menerbitkan MTN di Indonesia, sebaiknya:

  • Melaporkan dokumen penerbitan MTN ke OJK, hanya melaporkan, tetapi tidak memerlukan pernyataan efektif.
  • Mendaftarkan MTN yang diterbitkan, ke PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI.Pendaftaran ke KSEI ini diperlukan sehingga investor akan merasa lebih aman dalam berinvestasi, karena nama MTN benar ada terdaftar di KSEI apabila dicek.
  • Mendapatkan pemeringkatan atau rating, minimal dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), PT Fitch Rating Indonesia atau Moody’s. Hal ini sering ditanyakan oleh masyarakat atau calon investor, baik perorangan ataupun institusi dalam menilai risiko gagal bayar issuer. Tetapi, untuk mendapatkan rating, produk Efek Bersifat Utang Medium Term Note minimal harus berusia 3 tahun, atau issuernya sudah memiliki kondisi yang dinilai bagus selama ini.
  • Semakin bagus rating yang didapatkan, biasanya semakin kecil kuponnya. Namun, secara umum, karena proses penawaran dan karakteristiknya yang lebih terbatas, MTN biasanya menawarkan bunga yang lebih besar dibandingkan obligasi.

Sementara itu, kekurangan MTN ialah, jika dirating akan berada 1 notch di bawah obligasi seniornya, meskipun dengan perusahaan yang sama. Misalkan Obligasi Senior PT X mempunyai rating AA, namun jika PT X menerbitkan MTN dan di rating akan menjadi AA-, A, atau A-. Hal itu wajar, mengingat MTN akan memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibanding obligasi senior. Lalu kekurangan yang lain ialah, posisi pemegang MTN berada di bawah pemegang obligasi senior dan di atas pemegang saham ketika suatu perusahaan terpaksa di likuidasi.

Setelah memahami penjelasan managemen aset tentang MTN di atas, rasanya para investor bisa mulai melirik investasi MTN sebagai alternatif investasi yang menarik. Menawarkan tingkat keuntungan yang kompetitif dan risiko yang cukup rendah, MTN bisa kamu jadikan pilihan instrumen investasi yang baik untuk jangka menengah. Tak hanya itu, ada juga ragam investasi lainnya seperti asuransi yang bisa kamu dapatkan informasi menariknya halnya di Qoala Apps dan Blog Qoala.