Kamu termasuk dalam golongan karyawan tetap yang wajib pajak? Pastikan kamu tahu cara menghitung pajak penghasilan pasal 21. Ini merupakan salah satu potongan wajib terhadap gaji atau upah yang didapatkan sebagai wujud kontribusi untuk pembangunan negeri.

Sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang, setiap orang yang sudah memiliki penghasilan tetap memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Ada banyak jenis pajak penghasilan karyawan, salah satunya adalah Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21).

Namun sudah tahukah kamu apa itu spt pajak penghasilan pasal 21? Jika belum, pastikan simak penjelasan Qoala hingga akhir, ya!

Apa Itu Pajak Penghasilan Pasal 21?

Apa Itu Pajak Penghasilan Pasal 21
Sumber Foto: Deemerwha studio Via Shutterstock copy

Pajak Penghasilan pasal 21 (PPh 21) merupakan jenis pajak potongan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri baik berupa upah, gaji, honorarium, tunjangan serta berbagai jenis pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukannya.

Berdasarkan Bab V pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) nomor PER-16/PJ/2016, Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21 adalah sebagai berikut :

  1. Penerima penghasilan kena pajak seperti pegawai tetap, penerima pensiun berkala, dan pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan lebih dari Rp 4.500.000
  2. Seseorang yang mendapatkan penghasilan lebih dari Rp 450.000 per hari
  3. 50% dari penghasilan bruto yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 pasal 3 (c) yang menerima imbalan tidak bersifat berkesinambungan.
  4. Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan

Menurut pasal 17 ayat 1, cara menghitung pajak penghasilan pasal 21 menggunakan tarif progresif. Kategori tarif pajak yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan hingga Rp 50 juta adalah sebesar 5%
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan Rp 50 juta – Rp 250 juta adalah 15%
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan Rp 250 juta – Rp 500 juta adalah 25%
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500 juta adalah 30%
  • Wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenai tarif 20% lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.

Landasan pajak penghasilan pasal 21 adalah mengacu pada beberapa peraturan yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan pemotongan PPh 21, antara lain:

  1. Undang-undang No 7 tahun 1983 hingga Undang-undang No 36 tahun 2008 tentang pajak
  2. Peraturan Menteri Keuangan No.252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi
  3. Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan sekaligus
  4. Peraturan Menteri Keuangan No.16/PMK.03/2010
  5. Peraturan Dirjen Pajak No.PER-16/PJ/2016
  6. Peraturan Menteri Keuangan No.101/PMK.010/2016
  7. Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.010/2016

Elemen Potongan Pajak Penghasilan Pasal 21

Seperti pungutan pajak lainnya, dalam materi PPh 21 terdapat beberapa elemen penting. Setiap jenis elemen memiliki jumlah potongan yang berbeda sehingga harus dikelompokkan berdasarkan kategorinya terlebih dahulu.

Berikut ini beberapa elemen penting dalam cara menghitung pph pasal 21 yang perlu kamu ketahui:

1. Biaya Jabatan

Biaya jabatan yaitu pengeluaran atau biaya yang berhubungan dengan pekerjaan dalam satu tahun pajak. Besaran biaya jabatan PPh pasal 21 ini adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dalam setahun. Dengan nominal maksimal Rp 500 ribu sebulan atau Rp 6 juta dalam setahun.

2. Biaya Pensiun

Besaran biaya pensiun yang ditetapkan oleh Pajak Penghasilan pasal 21 adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto. Nilai maksimalnya sebesar Rp 200 ribu per bulan atau setara Rp 2.4 juta per tahun.

3. BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada presiden untuk memberikan jaminan kesehatan nasional untuk seluruh warga negara Indonesia. Lembaga ini beroperasi sejak tahun 2014 dan melindungi seluruh pekerja dengan 4 program jaminan sosial ketenagakerjaan yaitu jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun (JP)

Subjek PPh pasal 21 untuk elemen BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan ini membebani karyawan dengan iuran bulanan dengan jumlah sebagai berikut:

  • 2% untuk JHT
  • 1% untuk JP
  • 0.24% untuk JKK
  • 0.3% untuk JK

4. Penghasilan Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan jumlah upah pekerja yang akan dikenakan potongan PPh 21 setelah dikalkulasikan dengan tunjangan karyawan, BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan serta lainnya.

Sedangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan komponen penting yang merupakan pengurang dari jumlah penghasilan bruto bagi wajib pajak yang tidak dikenakan pajak berdasarkan Peraturan Direktur Pajak No.PER-16/PJ/2016 dan PMK No.101/PMK.010/2016.

Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menghitung pph pasal 21 berapa persen, antara lain:

1. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan Tetap

Yang disebut dengan karyawan tetap adalah karyawan yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur atau bisa juga pegawai yang berstatus kontrak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Contoh soal PPh pasal 21 untuk perhitungan pajak karyawan tetap adalah seperti berikut:

Yaya merupakan karyawati perusahaan ABC yang sudah memiliki tiga anak. Suami Yaya berprofesi sebagai pegawai di perusahaan DCE. Yaya mendapatkan gaji Rp 7 juta per bulan dan mengikuti program pensiun dan BPJS kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji sebesar Rp 70 ribu per bulan.

Selain itu, perusahaan juga membayarkan iuran JHT setiap bulan sebesar 3.7% dari gaji sedangkan Yaya juga membayar iuran JHT sebesar 2% setiap bulan. Premi JKK dan JK oleh perusahaan dengan jumlah masing-masing 0.24% dan 0.3% dari gaji. Selain menerima gaji, Yaya juga mendapatkan uang lembur senilai Rp 2 juta.

Dari contoh ini cara perhitungan PPh 21 berdasarkan peraturan menteri keuangan tentang pajak penghasilan pasal 21 adalah sebagai berikut:

Gaji pokok : RP 7.000.000

Tunjangan lain : Rp 2.000.000

JKK 0.24% : 16.800

JK 0.38% : 21.000

Penghasilan bruto : 9.037.800

Pengurangan :

  1. Biaya jabatan 5% x 9.037.00 = 451.890
  2. Iuran JHT 2% gaji pokok = 140.000
  3. Jaminan pensiun 1% gaji pokok = 70.000

Penghasilan neto (bersih) sebulan : 8.375.910

Penghasilan neto setahun 12 x 8.375.910 = 100.510.920

PTKP 54.000.000

Penghasilan kena pajak setahun 46.510.920

Pembulatan ke bawah 46.510.000

PPh Terutang 5% x 46. 510.920 = 2.325.500

PPh pasal 21 bulan Mei = 2.325.500/12 =193.792

Dari ilustrasi diatas, maka Yaya memiliki wajib pajak PPh pasal 21 sebesar 193.792. Akan tetapi jika kamu tidak memiliki NPWP maka akan dikalikan 120% sehingga PPh menjadi 193.792 x 120 = Rp 232.550.

2. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak

Cara menghitung PPh 21 karyawan atau pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak (gross up) dari perusahaan tempatnya bekerja adalah dengan menjadikan tunjangan pajak sebagai penghasilan pegawai dan ditambahkan dengan penghasilan yang diterimanya.

Contoh:

Joko bekerja di PT ABC dengan status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Gaji bersih sebulan senilai Rp 7.500.000 dan perusahaan memberikan tunjangan pajak sebesar Rp 35.167. Sedangkan untuk iuran pensiun sebesar Rp 75.000 per bulan.

Gaji pokok : 7.500.000

Tunjangan pajak : 35.167

Penghasilan bruto : 7.464.833

Pengurangan :

  1. Biaya jabatan 5% = 373.242
  2. Iuran JHT 2% = 150.000
  3. Iuran JP 1% = 75.000

Penghasilan neto sebulan = 866.591

Penghasilan neto setahun = 82.399.092

Penghasilan tidak kena pajak = 54.000.000

Penghasilan kena pajak setahun = 28.399.092

Pembulatan ke bawah = 28.399.000

PPh terutang 5% x 28.399.000 = 1.419.950

PPh pasal 21 = 1.419.950 / 12 = 118.329

Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka objek PPh pasal 21 dikalikan 120% sehingga menjadi 118.329 x 120% = Rp 141.995.

3. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Berkesinambungan

Pegawai tidak tetap berkesinambungan adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang mendapatkan penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari pemotongan PPh 21 sebagai imbalan jasa yang dilakukannya.

Contoh :

Arya merupakan pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT. ABC dengan penghasilan Rp 8.000.000.

PPh 21 terutang = 5% x 50% x 8.000.000 = Rp 200.000

Jika Arya tidak memiliki NPWP maka PPh 21 dikalikan 120% menjadi 120% x 5% x 50% x 8.000.000 = 240.000

Cara Menghitung Potongan Pajak Penghasilan PPh 21 Karyawan Perusahaan

Meskipun cara perhitungan tarif PPh 21 2022 sudah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, akan tetapi dalam prakteknya setiap perusahaan memiliki metode tersendiri untuk menghitung besaran pajak penghasilan pasal 21 para karyawannya.

Secara umum ada 3 metode yang biasa digunakan untuk menghitung potongan pajak penghasilan PPh 21 karyawan, antara lain sebagai berikut:

Metode Nett

Metode Net dikenal juga sebagai gaji bersih dengan pajak ditanggung perusahaan. Metode ini biasanya diterapkan pada karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung oleh perusahaan.

Contoh :

Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp 10.000.000. Perhitungan PPh 21 sebagai berikut :

Gaji pokok = 10.000.000 / bulan atau 120.000 / tahun

Total gaji bruto = 10.000.000

Tariff PPh 21 = 15%

Pajak ditanggung perusahaan = Rp 9.900.000 / tahun atau Rp 825.000 / bulan

Nilai PPh 21 = 825.000 / bulan

Gaji bersih = Rp 10.000.000 / bulan

Metode Gross

Metode Gross disebut juga dengan gaji kotor tanpa tunjangan pajak. Metode ini diterapkan untuk pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Itu artinya gaji pegawai belum dipotong dari pajak penghasilan pasal 21 berapa persen.

Contoh:

Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp 10.000.000. Perhitungannya:

Gaji pokok = 10.000.000

Tariff PPh : 15%

PPh 21 = 825.000 / bulan

Gaji bersih = 9.175.000

Metode Gross Up

Metode ini dikenal juga sebagai gaji bersih dengan tunjangan pajak. Metode PPh 21 final ini diterapkan untuk karyawan yang diberikan tunjangan pajak sebesar pajak yang dipotong.

Contoh :

Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp 10.000.000. Perhitungannya:

Gaji pokok = 10.000.000

Tarif PPh = 15%

Tunjangan pajak = Rp 825.000 / bulan

Total gaji bruto = 10.825.000

Nilai PPh 21 = 825.000

Gaji bersih = 10.000.000 / bulan

Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan PPh 21 Karyawan Berdasarkan Gaji

Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan PPh 21 Karyawan Berdasarkan Gaji
Sumber Foto: Billion Photos Via Shutterstock copy

Jika perusahaan menggunakan cara pembayaran gaji untuk jenis karyawan yang berbeda-beda, maka cara menghitung pajak penghasilannya juga berbeda dengan PPh pasal 21. Salah satu contohnya adalah cara menghitung PPh 21 untuk karyawan harian lepas.

Menurut PPh 21, upah harian merupakan imbalan yang dibayarkan secara harian. Pajak penghasilan upah harian ini dikenakan jika jumlah penghasilan melebihi Rp 450.000 sehari. Setelah jumlah kumulatif upah harian lebih dari 4.500.000 maka PPh pasal 21 akan dikenakan atas karyawan harian lepas harian secara penuh.

Tarif yang digunakan untuk menghitung PPh pasal 21 bagi karyawan harian lepas berbeda dengan PPh 23. Berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, besaran PPh 21 untuk karyawan harian lepas adalah sebesar 5%.

Cara menghitung pajak penghasilan pasal 21 untuk karyawan harian lepas adalah sebagai berikut:

  1. Tentukan besarnya upah harian pekerja lepas
  2. Jika upah harian tidak lebih dari Rp 450 ribu dan jumlah kumulatifnya dalam satu bulan belum mencapai Rp 4.500.000 maka tidak dikenakan potongan PPh pasal 21
  3. Jika upah harian lebih dari Rp 450.000 dan jumlah kumulatif dalam sebulan lebih dari Rp 4.500.000 maka dikenakan PPh 5%
  4. Jika upah kumulatif bulanan lebih dari Rp 4.500.000 dan kurang dari Rp 10.200.000 maka dikenakan ptkp pph 21 sebesar 5%

Contoh:

Cakra bekerja sebagai karyawan harian lepas di PT ABC dengan upah sebesar Rp 450.000 per hari.

Cara perhitungan PPh 21 :

Upah sehari = Rp 450.000

Batas upah harian tidak dipotong PPh = Rp 450.000

Penghasilan kena pajak dikenakan pada hari ke 11 atau pada upah mencapai Rp 4.950.000

Pendapatan tidak kena pajak = 11 (54.000.000 : 360) = Rp 1.650.000

Pendapatan Kena Pajak 11 hari = Rp 3.300.000

Cara hitung PPh 21 = 5% x 3.300.000 = 165.000

Jadi pada hari ke-11 Cakra hanya akan menerima gaji sebesar Rp 285.000 karena sudah dipotong oleh PPh 25 untuk karyawan harian lepas sebesar Rp 165.000 dimana kumulatif upah harian lepasnya telah lebih dari Rp 4.500.000.

Seperti yang telah ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak bahwa karyawan yang telah termasuk dalam Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) memiliki kewajiban untuk mendapatkan potongan dari upah yang diterimanya berdasarkan pajak penghasilan pasal 21. Jadi pastikan kamu taat pajak dengan menyediakan anggaran untuk pajak, membuat NPWP serta cek NPWP dan melakukan pelaporan SPT tahunan sesuai waktu yang telah ditentukan.