Setiap investasi pasti ada risiko. Resiko tersebut berbanding lurus dengan potensi keuntungan. Semakin besar potensi imbal hasilnya, maka resiko investasi jadi semakin besar, begitu juga sebaliknya. Resiko investasi merupakan tingkat potensi yang dapat menyebabkan kerugian pada sebuah investasi. Rugi adalah ketika perolehan hasil investasi tidak sesuai dengan target profit yang diharapkan atau diperkirakan. Kondisi ini harus diterima oleh setiap investor.

Tak ada pengecualian, semua jenis investasi akan menawarkan untung lengkap dengan risiko. Resiko investasi saham, risiko investasi emas, risiko investasi obligasi, risiko investasi reksadana atau risiko investasi lainnya harus kamu pelajari agar lebih berhati-hati dalam menginvestasikan uang.

Terdapat 3 jenis investor berdasarkan profil resikonya, yaitu tipe agresif, moderat, dan konservatif. Investor agresif berani mengambil resiko sebesar-besarnya demi mendapatkan return yang besar. Sementara investor moderat cenderung waspada dan hati-hati terhadap risiko investasi, dan investor konservatif benar-benar menghindari resiko atau risk-averse. Oleh karena itu, sebelum memulai investasi, kenali terlebih dahulu profil risiko agar dapat menemukan instrumen investasi yang cocok.

Perlu digaris bawahi bahwa tidak ada satupun instrumen investasi yang cocok bagi semua orang. Setiap investor perlu berkenalan dengan profil risiko investasi dari instrumen yang akan dipilih oleh mereka, bukan hanya tergiur dengan tingkat imbal hasil yang ditawarkan dari suatu investasi. Penting untuk memasukkan tingkat resiko yang mungkin harus dihadapi saat hendak memilih tempatmu untuk berinvestasi.

Nah melalui ulasan ini, Qoala akan membahas lebih lanjut mengenai berbagai risiko investasi yang dapat dipertimbangkan sebelum mulai membeli produk investasi tertentu. Simak, yuk!

1. Resiko Pasar

Resiko Pasar
Sumber foto: Rei Imagine Via Shutterstock

Resiko pasar mengacu pada potensi kerugian yang disebabkan oleh kenaikan atau penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) yang akibat berubahnya sentimen pasar keuangan, seperti saham atau obligasi. Tak jarang resiko pasar ini menyebabkan para investor mendapatkan capital loss.

Resiko yang seringkali juga disebut dengan resiko sistematik (systematic risk) ini tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, penting bagi setiap investor untuk mempersiapkan diri terhadap risiko investasi jenis ini. Perubahan sentimen pasar dapat disebabkan banyak hal, mulai dari isu kerusuhan, resesi ekonomi, hingga perubahan politik.

Contoh kasus risiko investasi pasar adalah saat kejadian demonstrasi mahasiswa pada 2019 yang digelar untuk memprotes RUU KUHP, revisi UU KPK, hingga RUU Pertanahan. Demonstrasi tersebut berlangsung selama 2 hari dan menyebabkan nilai rupiah sedikit melemah. Nilai rupiah turun ke di level 14.135, padahal sebelumnya selalu stabil di bawah 14.100. Ini salah satu indikasi dari perubahan sentimen pasar.

Ketika kondisi ini terjadi, kamu tidak perlu panik dan langsung mencairkan dana investasi. Hal ini dikarenakan penurunan atau peningkatan nilai seperti ini biasanya tidak terjadi secara permanen.

2. Resiko Likuiditas

Resiko likuiditas merupakan resiko yang berpotensi merugikan investasi ketika aset sulit dikonversi menjadi uang tunai dalam jangka waktu tertentu. Contohnya saat suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya secara tunai, padahal kewajiban itu sudah jatuh tempo.

Meski pihak tersebut memiliki aset yang senilai dengan kewajiban yang harus mereka bayarkan, namun apabila aset tersebut tidak dapat segera dikonversikan menjadi uang tunai, maka aset bersifat tidak likuid.

Umumnya hal ini terjadi karena sulitnya menemukan pembeli. Risiko ini berbeda dengan penurunan harga aktiva, dimana pasar menganggap bahwa aktiva tersebut tidak ada nilainya. Sedangkan kesulitan menjual aset disebabkan oleh sulitnya menemukan pembeli meskipun asetnya bernilai tinggi. Oleh karena itu, Resiko likuiditas kemungkinan besar terjadi pada pasar yang baru tumbuh.

3. Resiko Inflasi

Risiko inflasi atau biasa disebut dengan risiko daya beli adalah suatu risiko investasi yang disebabkan oleh adanya peluang perubahan nilai arus kas di masa depan yang disebabkan oleh perubahan daya beli karena pengaruh inflasi. Seperti yang kita tahu, nilai mata uang akan berkurang ketika terjadi inflasi.

Risiko investasi jenis ini akan dirasakan oleh para investor yang berinvestasi dalam aset yang tidak adaptif terhadap inflasi, biasanya yang berkaitan dengan nilai tunai. Contoh, jika seorang investor memiliki 30% dari portofolio tunai sebesar Rp20 juta dan inflasi sebesar 5%, maka nilai portofolio akan kehilangan Rp300 ribu per tahun (Rp20 juta x 0,3 x 0,05) karena inflasi.

4. Resiko Konsentrasi

Resiko konsentrasi adalah risiko yang muncul ketika kamu hanya berinvestasi pada satu instrumen saja. Idealnya, para investor disarankan untuk melakukan diversifikasi untuk menghindari resiko konsentrasi.

Karena ketika investasimu hanya disimpan di satu instrumen saja maka ketika terjadi sesuatu di instrumen tersebut, maka kamu akan kehilangan semua uangmu. Beda halnya jika kamu membagi investasi ke beberapa instrumen. Ada kemungkinan, ketika suatu instrumen merugi, instrumen yang lainnya untung, kerugian tersebut dapat ditutupi oleh keuntungan dari instrumen lain.

5. Resiko Kredit

Resiko kredit adalah risiko investasi yang terjadi apabila penerbit obligasi tertentu tidak melakukan pembayaran bunga yang ditentukan dan/atau pelunasan pokok. Semakin tinggi resiko kredit, maka semakin tinggi pula tingkat bunga obligasi.

6. Resiko Suku Bunga

Suku bunga adalah sebutan untuk biaya peminjaman uang, biasanya dijabarkan dalam bentuk persentase. Suku bunga berfluktuasi naik dan turun dari waktu ke waktu. Sedangkan resiko suku bunga adalah risiko investasi yang disebabkan oleh fluktuasi dari suku bunga tersebut.

Contoh risiko investasi jenis ini sering ditemukan pada investasi pembiayaan seperti pinjaman atau obligasi. Investasi pinjaman atau obligasi sangat dipengaruhi oleh naik atau turunnya suku bunga. Ketika suku bunga naik, investasi di instrumen obligasi cenderung turun sehingga return tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Misalnya, jika suku bunga meningkat, akan ada penurunan harga obligasi berbunga tetap, begitu juga sebaliknya. Jangka waktu obligasi biasanya digunakan untuk mengukur resiko suku bunga. Contohnya, ketika suku bunga obligasi bernilai 8-10% lalu pemerintah tiba-tiba mengeluarkan sukuk ritel dengan suku bunga 12%, otomatis investor akan lebih tertarik dengan sukuk ritel.

Ada hal yang perlu diperhatikan terkait suku bunga, yaitu bagaimana suku bunga saat ini dipengaruhi oleh suku bunga Federal Reserve, yaitu bank sentral Amerika yang membebankan biaya kepada bank lain untuk meminjam uang. Federal Reserve ini cukup reaktif pada perubahan ekonomi dan lingkungan suku bunga.

7. Resiko Reinvestasi

Dalam situasi suku bunga yang mengalami penurunan, pemegang obligasi yang akan memasuki masa tenggat akan merasakan kesulitan jika ingin berinvestasi di obligasi yang tingkat suku bunganya sama atau lebih besar dari obligasi yang ditebus.

Alhasil, mereka kerap kali terpaksa membeli surat berharga yang tidak berpotensi memberikan pendapatan yang sama, kecuali mereka mau mengambil lebih banyak kredit atau resiko pasar dan membeli obligasi dengan peringkat kredit yang lebih rendah.

Situasi tersebut yang dinamakan resiko reinvestasi, yaitu munculnya resiko saat suku bunga turun yang menyebabkan penurunan arus kas dari investasi ketika pembayaran pokok dan bunga diinvestasikan kembali ke obligasi dengan tingkat yang lebih rendah.

8. Resiko Gagal Bayar

Jenis resiko satu ini biasanya menimpa para investor yang melakukan investasi dengan metode peer to peer lending (P2P), yaitu ketika pihak yang jadi peminjam tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar uang sesuai dengan nilai yang telah disepakati di awal.

Nah agar kamu terhindar dari resiko gagal bayar ini, ada baiknya kamu memasukkan estimasi tingkat kerugian sebesar 1,5 persen setiap tahunnya ketika membuat alokasi dana pada produk investasi peer to peer lending.

9. Resiko Pajak

Sebagai warga negara yang baik, tidak ada alasan untukmu menghindari resiko pajak. Maka dari itu kamu harus memperhitungkan adanya resiko yang berasal dari kewajibanmu sebagai warga negara tersebut saat hendak melakukan investasi. Hitunglah estimasi pajak yang harus kamu bayarkan ketika menerima return.

Namun, wajib pajak perorangan (bukan badan usaha) yang jumlahnya terbilang masih sedikit membuat struktur pajak di Indonesia relatif masih sederhana. Hal ini menyebabkan perencanaan pajak perorangan dengan memanfaatkan produk-produk investasi di Indonesia belum bisa dilakukan secara maksimal.

10. Resiko Nilai Tukar Mata Uang

Resiko nilai tukar uang atau sering juga disebut resiko valuta asing adalah resiko yang disebabkan oleh perubahan kurs valuta asing yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, terutama ketika dikonversi menjadi mata uang domestik. Risiko investasi jenis ini berkaitan dengan melemah atau menguatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Contohnya adalah ketika seorang investor menanamkan investasi yang harus menggunakan mata uang dollar Amerika. Namun pada saat bersamaan kurs rupiah terhadap dollar melemah, sehingga investor tersebut harus mengeluarkan uang dalam rupiah dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan ketika nilai rupiah menguat. Jadi dalam konteks ini, menguatnya dolar terhadap rupiah dapat memberikan kerugian.

11. Resiko Wabah Penyakit

Selanjutnya adalah resiko yang paling banyak dirasakan investor 2 tahun terakhir, yaitu resiko wabah penyakit. Seperti yang kita tahu bersama, betapa besar dampak dari wabah penyakit yang dialami di seluruh dunia yaitu Covid-19.

Tak hanya masalah kesehatan, pandemi juga secara signifikan mempengaruhi ekonomi, tak terkecuali di dunia pasar saham. Trend yang terjadi di pasar saham adalah penurunan yang begitu tajam.

Sebut aja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengalami penurunan sebesar 20 persen pada periode Februari hingga Maret 2020 lalu. Penurunan tersebut bahkan terjadi dalam kurun waktu kurang dari sebulan.

Begitu juga emiten-emiten besar di dunia perbankan seperti BNI, Mandiri dan BCA yang turut terkena imbas dari pandemi COVID-19, semuanya mengalami penurunan harga saham lebih dari 5 persen.

12. Resiko Bisnis

Resiko bisnis ini adalah resiko yang berkaitan dengan sektor bisnis perusahaan tersebut. Biasanya, perusahaan-perusahaan yang masih dalam satu sektor bisnis yang sama dianggap punya resiko yang sama.

Oleh karena itu, ketika kamu hendak membentuk portofolio investasi, jangan membeli banyak saham dari satu sektor yang sama, terutama jika bisnis bergerak di lini yang sama. Kamu perlu mengingat bahwa ada pengaruh risiko investasi yaitu resiko bisnis ini terhadap return saham, yang nanti di akhir akan berpengaruh pada keuntungan yang didapat.

Sektor seperti komoditas dan properti dianggap lebih memiliki resiko dibandingkan sektor konsumsi atau farmasi yang dapat memberi dampak terhadap return saham. resiko bisnis bisa kamu kurangi dengan memilih sektor yang lebih defensif.

13. Resiko Politik Pemerintahan

Resiko investasi terakhir adalah resiko politik pemerintahan atau disebut juga dengan resiko politik. Seperti sebutannya, resiko jenis ini adalah suatu risiko investasi yang didasari oleh kondisi politik suatu negara. resiko ini juga sangat berkaitan dengan perubahan kebijakan perundang-undangan.

Kebijakan tersebut bisa jadi penyebab pendapatan per kapita suatu negara menurun. Ini jelas akan berpengaruh pada ekonomi secara keseluruhan dan tentu saja pada sentimen pasar modal. Bahkan dinamika politik di sebuah negara memungkinkan suatu investasi yang sudah ditanam akhirnya hilang begitu saja atau merugi.

Oleh sebab itu, penting bagi para investor yang berniat ingin menanamkan modal ke luar negeri, harus memperhatikan bagaimana kondisi politik negara tersebut. Ketika kondisi politik suatu negara baik, maka kemungkinan besar akan memberi dampak positif bagi dunia investasi. Begitu juga dengan sebaliknya, jika kondisi perpolitikan sebuah negara kacau, maka akan menimbulkan dampak negatif bagi dunia investasi.

Itulah penjelasan tentang berbagai risiko investasi di pasar modal yang harus siap dihadapi ketika kamu menjadi seorang investor. Semuanya berlaku untuk berbagai instrumen, baik itu risiko investasi saham, reksadana atau investasi di instrumen lainnya. Poin risiko investasi di atas adalah risiko yang paling umum ditemukan, mungkin saja masih ada lagi jenis risiko lainnya yang perlu kamu perhatikan, terutama risiko investasi jangka panjang.

Dengan memahami risiko investasi, kamu akan lebih siap melakukan perencanaan dan diversifikasi agar investasimu menghasilkan banyak keuntungan. Perlu digaris bawahi bahwa setiap investasi pasti memiliki resiko baik resiko itu besar atau kecil. Ketika skala resikonya cenderung kecil, maka kamu bisa tenang menghadapinya. Namun ketika resiko tersebut punya pengaruh besar pada nilai investasi, maka pikirkan ulang secara matang agar terhindar dari kerugian. Nah, untuk kamu yang ingin tahu informasi lebih banyak tentang keuangan dan investasi seperti “Asuransi Properti Terbaik“, yuk kunjungi Qoala blog!