Salah satu istilah perbankan yang seringkali didengar adalah bunga bank. Namun, masih banyak juga masyarakat yang belum begitu dekat dengan bunga bank ini. Bunga bank merupakan salah satu bentuk balas jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabah, yang mana pembagian jenis dari bunga bank ini dibedakan menjadi dua, yaitu bunga bank simpanan dan bunga bank pinjaman. Semakin lama tenor pengembaliannya, maka imbal jasanya pun semakin tinggi. Begitulah sederhananya prinsip dan cara kerja bunga bank.

Sebelum mengetahui lebih lanjut, Qoala akan menjelaskan secara detail pengertian hingga jenis-jenis suku bunga bank yang perlu diketahui. Agar nantinya jika kamu sedang berhubungan dengan soal perbankan dan bunga bank, kamu tak perlu bingung lagi.

Pengertian Apa Itu Bunga Bank

pengertian bunga bank
Sumber Foto: Sergey Nivens Via Shutterstock

Pengertian bunga bank dapat diartikan melalui dua sudut pandan. Hal ini tergantung pada tujuan dan fungsi dari bunga bank tersebut yang diberikan kepada nasabah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jika bunga bank sebagai bentuk balas jasa dari bank kepada nasabah dan mengandung sejumlah harga yang harus dibayarkan oleh bank kepada nasabah atau oleh nasabah kepada bank.

Jika nasabah ingin menyimpan uang atau menabung maka bunga bank yang diterimanya adalah berupa hak dan harus dibayarkan oleh bank, yang mana hal tersebut ditandai dengan adanya penambahan bunga simpanan dari perhitungan akumulatif simpanan uang yang dimiliki.

Begitu sebaliknya, jika nasabah mengajukan peminjaman uang kepada bank dan berhasil diterima, maka nasabah mempunyai kewajiban yang harus dibayarkan berupa pengembalian dana pinjaman yang bisa dicicil dengan angsuran setiap bulannya dan ditambah dengan beban bunga simpanan sejumlah beberapa persen. Semakin lama tenor angsuran berlangsung, maka semakin besar pula beban bunga yang harus dibayarkan.

Sejarah Bunga Bank

Menurut pakar sejarah ekonomi Indonesia, kegiatan ekonomi dengan menerapkan sistem bunga telah ada sejak tahun 2500 sebelum Masehi, baik yunani kuno, Romawi kuno, maupun Mesir Kuno. Selanjutnya, pada tahun 2000 sebelum Masehi, di Mesopotamia juga telah berkembang sistem bunga. Sementara itu, 500 Tahun sebelum Masehi Temple Of Babillion mengenakan sistem bunga sebesar 20% setahun.

Sejarah mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, telah melarang keras peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya Politics juga telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, Aristotele menilai bahwa bunga merupkan sistem yang dianggap tidak berlaku adil. Sebab, uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan mata uang lainnya. Kemudian ia juga mengatakan bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Di sisi lain, Plato dalam bukunya yang berjudul “Laws”, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktik yang zholim. Dua filosofi Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosofi Yunani soal sistem bunga.

Awalnya kerajaan Romawi Kuno juga melarang keras setiap pungutan atas bunga dan pada perkembangan berikutnya mereka membatasi besarnya suku bunga melalui sebuah undang-undang. Kerajaan romawi merupakan negara pertama yang menerapkan peraturan tentang bunga untuk melindungi para konsumennya. Kebiasaan sistem bunga ini juga berkembang di tanah Arab sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasul. Catatan sejarah menunjukan bahwa bangsa Arab cukup maju soal perdagangan. Hal ini digambarkan dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Quraisy dan buku-buku sejarah dunia. Bahkan kota Mekkah saat itu pernah menjadi kota dagang internasional yang dilalui tiga jalur perdagangan dunia, Eropa dan Afrika, India, dan China, serta Syam dan Yaman.

Tak bisa dipungkiri bahwa dalam rangka menunjang arus perdagangan yang begitu pesat, mereka juga membutuhkan fasilitas pembiayaan yang memadai guna menunjang kegiatan produksi. Akhirnya, peminjaman modal untuk perdagangan dilakukan dengan sistem bunga. Dengan ketentuan, pinjaman uang pada saat itu, bukan semata untuk konsumsi, tetapi juga untuk usaha-usaha produktif. Sistem bunga inilah selanjutnya yang dilarang Al-Qur’an secara bertahap.

Sementara itu, untuk tradisi bunga terus berkembang di Eropa dan menjadi sistem ekonomi kapitalis. Raja Inggris, Hendri VIII, pada tahun 1545 M, mengatakan bahwa riba tidak dibenarkan, sedangkan bunga dibolehkan asal tidak berlebihan. Perintah Raja Hendri VIII itu sampai ke Belanda. Ketika Belanda menjajah Indonesia, mereka menyebarluaskan pandangan Hendri VIII, sehingga ada orang Indonesia yang melarang dan ada juga yang mempraktikkan bunga. Mereka juga membedakan antara bunga dan riba. Padahal bunga dan riba sama saja. Ayat Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 30 melarang riba yang berlipat ganda. Setelah itu, turun ayat lagi tentang riba yang mengharamkan segala bentuk riba, baik riba yang berlipat ganda maupun yang ringan bunganya (Q.S. 2 : 275 : 279).

Peraturan dan Hukum Bunga Bank

Adapun mengenai pinjam-meminjam uang yang disertai dengan bunga dibenarkan secara hukum bunga bank di Indonesia. Hal ini berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bagian Keempat, antara lain:

  1. Pasal 1765 yang merumuskan “bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian”.
  2. Pasal 1766 “Barangsiapa sudah menerima suatu pinjaman dan telah membayar bunga yang tidak diperjanjikan dahulu, tidak dapat meminta kembali bunga itu dan juga tidak dapat mengurangkannya dari pinjaman pokok, kecuali jika bunga yang telah dibayar itu melampaui jumlah bunga yang ditetapkan dalam undang-undang; dalam hal ini uang kelebihan itu dapat diminta kembali atau dikurangkan dari pinjaman pokok.
  3. Pembayaran bunga yang tidak telah diperjanjikan tidak mewajibkan debitur untuk membayarnya seterusnya; tetapi bunga yang telah diperjanjikan harus dibayar sampai pada pengembalian atau periitipan uang pokoknya, biarpun pengembalian atau penitipan ini telah dilakukan setelah lewatnya waktu utangnya dapat ditagih.”
  4. Pasal 1767 “Ada bunga menurut undang-undang dan ada yang ditetapkan di dalam perjanjian. Bunga menurut undang-undang ditetapkan di dalam undang-undang. Bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian boleh melampaui bunga menurut undang-undang dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang”.
  5. Besarnya bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian harus ditetapkan secara tertulis (Bunga menurut undang-undang adalah menurut Lembaran Negara tahun 1848 No. 22 ialah 6%)
  6. Pasal 1768 “Jika orang yang meminjamkan telah memperjanjikan bunga degan tidak menentukan berapa besarnya, maka si penerima pinjaman diwajibkan membayar bunga menurut undang-undang”.
  7. Pasal 1769 “Buku pembayaran uang pokok dengan tidak menyebutkan sesuatu apa mengenai bunga, memberikan persangkaan tentang sudah dibayarnya bunga itu, dan si berutang dibebaskan dari pada itu”.

Sedangkan, di Agama Islam, hukum bunga bank atau biasa disebut riba ini masih terdapat perbedaan pendapat ulama. Pengertian riba secara bahasa adalah tumbuh dan tambah. Sedangkan secara istilah, Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah mengartikannya sebagai bertambahnya salah satu dari dua penukaran yang sejenis tanpa adanya imbalan untuk tambahan ini. Contohnya, ketika menukarkan 10 kilogram beras ketan dengan 12 kilogram beras ketan, atau si X bersedia meminjamkan uang sebesar Rp300 ribu kepada si Y, asalkan si Y bersedia mengembalikannya sebesar Rp325 ribu.

Para ulama, baik ulama salaf (mazhab empat) maupun ulama kontemporer, telah sepakat soal keharaman riba. Tak hanya itu, ulama yang membolehkan bunga bank, juga mengharamkan riba. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendapat ulama bukan soal hukum keharaman riba, melainkan soal hukum bunga bank. Ulama yang mengharamkan bunga bank juga menganggap bahwa bunga bank termasuk riba, sedangkan ulama yang memperbolehkannya meyakini bahwa ia tidak termasuk riba.

Para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang hukum bunga bank. Sebagian ulama, seperti Yusuf Qaradhawi, Mutawalli Sya’rawi, Abu Zahrah, dan Muhammad al-Ghazali, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya haram, karena termasuk riba. Pendapat ini juga merupakan pendapat forum ulama Islam, yang meliputi Majma’ al-Fiqh al-Islamy, Majma’ Fiqh Rabithah al-‘Alam al-Islamy, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Adapun dalil yang mengharamkan riba adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat al-Baqarah ayat 275:

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Dan juga hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:

bahwa: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim, nomor 2994).

Kedua, sebagian ulama kontemporer lainnya, seperti Syekh Ali Jum’ah, Muhammad Abduh, Muhammad Sayyid Thanthawi, Abdul Wahab Khalaf, dan Mahmud Syaltut, telah menegaskan bahwa bunga bank hukumnya boleh dan tidak termasuk riba. Pendapat ini sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah tanggal 23 Ramadhan 1423 H, bertepatan tanggal 28 November 2002 M.

Mereka berpegangan pada firman Allah subhanahu wata’ala Surat an-Nisa’ ayat 29:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil, seperti mencuri, menggasab, dan dengan cara riba. Sebaliknya, Allah menghalalkan hal itu jika dilakukan dengan perniagaan yang berjalan dengan saling ridha. Karenanya, keridhaan kedua belah pihak yang bertransaksi untuk menentukan besaran keuntungan di awal, sebagaimana yang terjadi di bank, dibenarkan dalam Islam.

Di sisi lain, mereka juga beralasan bahwa jika bunga bank itu haram maka tambahan atas pokok pinjaman itu juga haram, sekalipun tambahan itu tidak disyaratkan ketika akad. Namun, tambahan yang dimaksud hukumnya boleh, maka bunga bank juga boleh, sebab tidak ada beda antara bunga bank dan tambahan atas pokok pinjaman tersebut. Di dalam fatwa Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah disebutkan:

“Sesungguhnya menginvestasikan harta di bank-bank yang menentukan keuntungan atau bunga di depan hukumnya halal menurut syariat, dan tidak apa-apa.”

Oleh sebab itu, seorang Muslim diberi kebebasan untuk memilih pendapat sesuai dengan kemantapan hatinya. Jika hatinya mantap mengatakan bunga bank itu boleh maka ia bisa mengikuti pendapat ulama yang memperbolehkannya. Sedangkan jika hatinya masih ragu-ragu, ia bisa mengikuti pendapat ulama yang mengharamkannya. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” (HR. Ahmad)

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bunga Bank

faktor faktor yang mempengaruhi bunga bank
Sumber Foto: HAKINMHAN Via Shutterstock

Pengertian dari bunga bank itu sendiri dapat disesuaikan dengan konteks masing-masing apakah itu bunga simpanan atau pun bunga pinjaman. Perubahan suku bunga ini memang hanya ditentukan oleh Bank Indonesia saja sebagai bank sentral di Indonesia. Supaya keuntungan yang diperoleh bank juga besar dan menguntungkan, maka pihak dari Bank Indonesia harus pandai dalam menentukan pergerakan besar kecilnya seluruh komponen dari suku bunga. Berikut ini ada lima faktor yang dapat memengaruhi bunga bank.

1. Kebijakan Bank

Faktor pertama adalah dari kebijakan bank terkait. Bank sebagai lembaga pemberi kredit memiliki kebijakannya sendiri terkait bunga. Mereka akan memperhitungkan banyak hal, antara lain kompetisi, suku bunga bank sentral, tingkat inflasi, keadaan pasar, dan lain sebagainya.

2. Besaran Pinjaman

Selanjutnya ada juga besaran nominal pinjaman yang diajukan. Jumlah uang yang kamu pinjam pada bank juga bisa mempengaruhi besar bunga. Pada ummnya, semakin besar pinjaman, maka bunga juga akan semakin tinggi.

3. Durasi Cicilan

Jangan salah, durasi cicilan yang kamu pilih juga berpengaruh terhadap bunga bank yang akan dikenakan atau dibebankan. Umumnya, cicilan dengan tenor cicilan yang semakin singkat akan memperkecil jumlah bunga. Namun, jumlah uang yang kamu keluarkan kemungkinan besar menjadi semakin tinggi pula.

4. Pekerjaan dan Penghasilan

Selain itu, faktor dirimu sendiri juga bisa berdampak pada bunga. Salah satunya adalah pekerjaan dan jumlah penghasilanmu. Biasanya, pekerja yang dikontrak akan memiliki bunga pinjaman yang berbeda dengan mereka yang memiliki status sebagai pekerja tetap.

5. Riwayat Kredit

Terakhir, hal yang paling dipertimbangkan dalam penentuan besar bunga adalah riwayat kreditmu. Selain itu, kedekatan hubunganmu dengan bank juga terkadang bisa mempengaruhinya.

Jenis-jenis Suku Bunga Bank

jenis suku bunga bank
Sumber Foto: Monster Ztudio Via Shutterstock

Bunga bank wajib hukumnya untuk kamu bayarkan apabila sedang meminjam uang di bank. Kamu juga berhak atas bunga bank tersebut apabila menyimpan uang di lembaga keuangan ini. Oleh sebab itu, secara umum, bunga terbagi menjadi dua diantaranya, bunga kredit dan bunga simpanan. Simak penjelasan berikut ini terkait pengelompokkan bunga bank sesuai jenisnya.

1. Bunga Kredit

Suku bunga kredit adalah harga yang telah ditentukan dan harus dibayarkan oleh kamu sebagai nasabah kepada bank atas balas jasa pinjaman yang telah diperoleh. Bunga kredit ini terbagi menjadi lima kelompok, antara lain:

a. Bunga Efektif

Jenis bunga ini memiliki nilai beban bunga kecil. Perlu diketahui bahwa biasanya suku bunga efektif sering digunakan pada kredit jangka panjang. Ketentuan bunga efektif sama halnya dengan bunga mengambang, yang mana bunga efektif sering dijumpai ketika pengajuan pembelian rumah melalui KPR dan pembelian kendaraan bermotor melalui KKB.

Jadi, keuntungan bunga efektif yang diperoleh adalah angsuran setiap bulannya lama-kelamaan akan semakin kecil dibandingkan dengan periode kredit sebelumnya.

Misal, Hartono meminjam uang sebesar Rp30.000.000 dengan bunga sebesar 10% selama 12 bulan. Maka, hitunglah menggunakan rumus: (saldo akhir periode x bunga tahunan) : 12.

Angsuran bulan pertama yang harus dibayarkan adalah (Rp30.000.000 x 10%) : 12 = Rp250.000

Kemudian, untuk angsuran bulan kedua hanya perlu menghitung saldo akhir periodenya.

Jadi, (Rp29.750.000 x 10%) : 12 = Rp247.916. Hal ini berlaku untuk seterusnya hingga jangka waktu pinjaman selesai.

b. Bunga Flat

Lalu, ada juga jenis bunga flat. Biasanya bunga ini bisa dibilang bunga dengan perhitungan yang paling mudah. Sebab, suku bunga flat menggunakan sistem perhitungan yang mengacu pada pokok utang di awal pembayaran. Nantinya, kamu akan menemukan perhitungan suku bunga flat yang diterapkan ke dalam kredit kendaraan, handphone, atau kredit tanpa agunan. Biasanya, dalam sistem bunga flat, porsi bunga dan pokok dalam angsuran selalu sama setiap bulan. Sehingga, setiap bulannya jumlah angsuran, bunga, dan cicilan pokoknya tetap sama.

Misal, Agnes mengajukan KTA (kredit tanpa agunan) sebesar Rp150.000.000 dengan jangka waktu kredit 12 bulan dan dikenai bunga sebesar 10% per tahun.

Maka, hal pertama yang harus dilakukan adalah menghitung terlebih dahulu cicilan pokoknya, yaitu Rp150.000.000 : 12 bulan = Rp12.500.000/bulan.

Kemudian, hitunglah bunganya dengan rumus:

(pokok pinjaman x bunga) : waktu kredit.

(150.000.000 x 10%) : 12 bulan = Rp1.250.000

Sehingga, angsuran per bulan yang harus dibayarkan Rudi adalah Rp12.500.000 + Rp1.250.000 = Rp13.750.000 per bulan

c. Bunga Anuitas

Selanjutnya, untuk jenis suku bunga anuitas adalah hasil modifikasi dari suku bunga efektif yang dikenakan oleh orang yang telah mengajukan cicilan. Pada umumnya, angsuran cicilan akan mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya sisa pinjaman, sedangkan biaya pokok per bulan juga akan mengalami kenaikan seiring dengan perubahan komposisi bunga bank.

d. Bunga Fixed

Ketika kamu dikenakan bunga tetap saat mengajukan cicilan, maka kamu akan dikenakan bunga bank yang sama selama periode kredit kamu. Contohnya, kamu mengambil cicilan selama satu tahun dengan besaran bunga bank 1%. Maka, lamu akan terus dikenakan bunga bank 1% tersebut hingga periode cicilan kamu selesai.

Sayangnya, sewaktu-waktu bisa saja terjadi penurunan drastis dari suku bunga acuan (BI rate). Seharusnya itu menjadi keuntungan bagi kamu dengan semakin turunnya biaya angsuran per bulannya, malah sebaliknya.

Misal, Budi mengajukan pinjaman sebesar Rp15.000.000 dengan bunga 1% dan jangka waktu pinjaman selama 12 bulan. Maka, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menghitung bunganya terlebih dulu, yakni:

(1% x Rp15.000.000) : 12 x 1 = Rp12.500

Kemudian, hitunglah pokok pinjamannya, Rp15.000.000 : 12 = Rp1.250.000

Sehingga, angsuran bulan pertama yang harus dibayarkan Budi adalah Rp1.250.000 + Rp12.500 = Rp1.262.500

e. Bunga Floating

Terakhir, ada jenis suku bunga floating atau dikenal mengambang. Biasanya dikenakan dan dibebankan kepada kamu ketika mengajukan KPR dan KKB. Bunga bank ini umumnya akan berubah-ubah atau naik-turun selama periode kredit mengikuti acuan dari PT Bank Indonesia Tbk atau BI rate.

Tentunya, dari bunga yang dibebankan kepada kamu tersebut, hal ini memiliki manfaat negatif dan juga positif. Hal positif yang bisa kamu dapatkan adalah ketika suku bunga acuan (BI rate) sedang turun, maka angsuran bunga bank yang kamu peroleh juga otomatis akan mengalami penurunan. Sedangkan jika kebalikannya, saat BI rate sedang naik bunga bank yang dikenakan kepada kamu pasti akan naik juga.

Misal, Tuti mengajukan pinjaman KPR sebesar Rp100.000.000 dalam jangka waktu 12 bulan. Dengan ketentuan, pada tahun pertama bunga KPRnya adalah 12% dan tahun kedua naik menjadi 15%, maka perhitungannya adalah sebagai berikut.

Tahun pertama = (12% x Rp100.000.000):12 x 1 = Rp1.000.000.

Kemudian, pada tahun kedua dikali dengan 15%, sesuai kenaikan suku bunga yang terjadi.

2. Bunga Simpanan

Beda halnya dengan bunga kredit, suku bunga simpanan merupakan suku bunga yang digunakan dalam perhitungan simpanan. Tidak seperti suku bunga kredit, perhitungan dari suku bunga simpanan lebih sederhana

a. Bunga untuk Simpanan Tabungan

Bunga yang diberikan bank kepada nasabahnya berdasarkan jumlah tabungan mereka. Jumlah nominal bunganya biasanya berbeda-beda antara nasabah satu dengan lainnya.

b. Bunga untuk Simpanan Deposito

Bunga yang diberikan bank kepada nasabahnya yang membuka tabungan deposito. Jumlah nominal bunga deposito biasanya sama karena jumlah deposito tidak akan berubah selama jangka waktu yang telah ditentukan.

Pada umumnya, praktik suku bunga seperti ini juga kerap ditemukan pada asuransi. Jika di asuransi, biasanya ditemukan saat menghitung uang pertanggungan asuransi. Jika penasaran terhadap beberapa produk asuransi yang menggunakan sistem suku bank untuk uang pertanggungannya, kamu bisa mencarinya di Qoala App. Tak hanya itu, kamu juga bisa membandingkan antara asuransi yang satu dengan lainnya untuk melihat mana uang pertanggungan yang sesuai denganmu. Jika masih kurang jelas, kamu bisa mengunjungi lama blog Qoala. Sebab di sana, juga terdapat beberapa informasi lengkap terkait asuransi.