Saluran pernapasan adalah bagian penting dalam tubuh manusia. Jika terdapat gangguan pada bagian ini, sudah bisa dipastikan manusia akan sangat kesulitan, karena napas akan tersendat dan sangat berisiko. Salah satu gangguan yang menyerang saluran pernapasan adalah penyakit asma. Untuk itulah, kamu perlu tahu apa saja gejala asma yang perlu diwaspadai.

Nah, pada tulisan kali ini, Qoala akan menjelaskan lengkap tentang gejala asma, penyebab asma, cara mencegah, dan mengobatinya. Jika kamu ingin tahu lebih banyak tentang penyakit ini, yuk simak ulasan berikut!

Apa Itu Asma?

Apa Itu Asma
Sumber Foto: Have a nice day Photo Via Shutterstock

Asma bronkial, atau yang lebih dikenal dengan sebutan “asma” saja adalah suatu penyakit yang terjadi ketika saluran pernapasan menyempit akibat dari peradangan dalam saluran udara (bronkus). Peradangan tersebut membuat saluran pernapasan bengkak sehingga aliran udara ke paru-paru jadi terbatas. Selain itu, saluran pernapasan juga menjadi lebih sensitif.

Ditambah lagi peradangan juga memicu sel yang ada di saluran pernapasan untuk memproduksi lendir lebih banyak dari biasanya. Lendir tersebut membuat saluran pernapasan menjadi lebih sempit, sehingga penderita menjadi lebih sulit bernapas.

Asma biasa dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung dari faktor pemicunya. Jenis-jenis tersebut adalah:

  • Asma batuk
  • Asma alergi
  • Asma olahraga
  • Asma karena pekerjaan tertentu
  • Asma nokturnal (hanya kambuh di malam hari)

Beberapa orang menganggap penyakit yang muncul pada musim pancaroba ini bisa disembuhkan, padahal anggapan itu hanya mitos. Asma bukanlah penyakit yang bisa sembuh secara total. Namun asma hanya bisa dikendalikan tingkat kambuhnya agar gejala-gejalanya tidak terlalu sering muncul.

Gejala dapat muncul ketika saluran pernapasan penderita asma yang lebih sensitif terpapar oleh hal-hal tertentu, seperti asap rokok, debu atau lainnya tergantung jenis asmanya. Paparan tersebut akan membuat otot-otot di saluran pernapasan menjadi kaku dan menyempit.

Jika melihat laporan Kemenkes tahun 2018, sebanyak 2,4 persen dari seluruh penduduk Indonesia diperkirakan menderita asma. Sedangkan WHO mencatat pada tahun 2019, ada 262 juta orang penderita asma di seluruh dunia dan angka kematian yang disebabkan oleh asma mencapai 461.000 jiwa.

Gejala Asma

Gejala-gejala yang timbul ketika seseorang mengalami serangan asma sangatlah beragam. Gejala tersebut bisa berbeda, baik dari durasi serangan, tingkat keparahannya atau frekuensinya.

Beberapa orang mungkin “kumat” setelah lama tidak mengalaminya, kemudian gejala yang timbul menjadi “rutin”. Sementara itu, beberapa orang lainnya bisa saja mengalami serangan asma setiap hari, atau untuk asma nokturnal hanya pada malam hari, atau ada juga yang terserang hanya saat setelah melakukan aktivitas berat.

Beberapa gejala asma yang akan dirasakan penderitanya saat datang serangan adalah sebagai berikut:

  • Batuk
  • Mengi atau suara sesak bernada tinggi saat bernapas
  • Dada terasa sesak
  • Sulit bernapas
  • Badan lemas dan tidak bertenaga
  • Suara menjadi sengau
  • Terus menerus menghela napas
  • Merasakan gelisah yang tidak biasa

Ketika serangan asma muncul, penderita bisa menggunakan inhaler agar bisa kembali bernapas dengan normal. Namun ketika tingkat keparahannya sudah sangat tinggi, inhaler tidak akan banyak membantu. Penderita akan terus batuk mengi hingga wajah dan jarinya membiru. Sebelum kondisi ini terjadi, segeralah kunjungi dokter.

Ada baiknya kamu juga segera ke dokter ketika mencurigai dirimu menderita penyakit pernapasan ini karena mengalami gejala asma di atas. Biasanya, dokter akan menanyakan beberapa pertanyaan, seperti seberapa sering kamu mengalami sesak napas, mengi dan kebiruan pada bibir serta kuku.

Jika jawabanmu mengarah pada asma, dokter akan melakukan tes spirometri untuk memastikan apakah kamu benar-benar positif menderita asma dan juga mencari tahu apa saja pemicu asma. Spirometri sendiri merupakan tes yang dilakukan untuk menguji kinerja paru-paru untuk mengetahui tingkat volume nafas yang dihirup saat kamu menghirup sedalam-dalamnya lalu menghembuskan nafas dalam satu detik.

Hasil dari tes tersebut akan dibandingkan dengan volume udara yang bisa dikeluarkan oleh orang normal. Kemudian tes yang sama akan dilakukan kembali, namun kamu perlu menggunakan inhaler. Jika volume udara yang dihembuskan menjadi lebih baik, maka sudah dapat dipastikan kamu menderita asma.

Jika hasilnya positif, akan dilakukan tes laboratorium untuk mencari tahu pemicunya secara lebih spesifik. Jika kamu sudah tahu penyebab asma, maka kamu bisa membatasi kontak dengan pemicu tersebut sehingga meminimalisir risiko kambuh.

Penyebab Asma

Beberapa penyebab asma yang umumnya terjadi pada penderita asma, antara lain:

1. Interaksi dengan Lingkungan

Berbagai faktor lingkungan yang dinilai menjadi penyebab asma dan eksaserbasi asma yaitu polusi udara, alergen dan senyawa kimiawi lingkungan lainnya. Risiko timbulnya gejala mirip asma juga lebih besar untuk yang merokok selama masa kehamilan dan setelah melahirkan.

Lalu kualitas udara yang buruk polusi udara yang tinggi juga selalu dihubungkan dengan timbulnya asma serta faktor yang memperparah gejala asma. Selain itu, ftalat yang terkandung pada PVC juga dinilai menjadi penyebab asma baik pada anak-anak dan dewasa.

Asma juga dihubungkan dengan paparan alergen dalam ruangan. Alergen yang umum ditemui di dalam ruangan antaranya adalah kecoa, jamur, tungau debu dan ketombe hewan. Risiko timbulnya asma juga meningkat karena Infeksi saluran napas oleh virus tertentu pada saat anak-anak. Diantara virus yang dimaksud adalah respiratory syncytial virus dan rinovirus, namun ada juga beberapa jenis infeksi lain yang ternyata dapat menurunkan risiko.

2. Hipotesis kebersihan

Hipotesis kebersihan adalah suatu teori yang mencoba untuk menjelaskan hubungan antara berkurangnya laju penderita asma di seluruh dunia dengan menurunnya paparan bakteri dan virus non-infeksi selama usia anak-anak.

Telah diungkapkan sebagian alasan berkurangnya paparan virus dan bakteri dipengaruhi oleh semakin baiknya tingkat kebersihan dan jumlah keluarga di masyarakat modern. Salah satu bukti yang mendukung hipotesis kebersihan ini adalah rendahnya tingkat asma yang ada di tanah pertanian dan rumah tangga yang memiliki hewan peliharaan.

Penggunaan antibiotik saat usia anak-anak juga dihubungkan dengan pemicu terjadinya asma. Selain itu, bayi yang lahir dengan metode sesar juga dianggap memiliki risiko asma lebih tinggi. Peningkatan risiko tersebut dihubungkan dengan beberapa koloni bakteri sehat berkurang karena proses pembedahan, dimana bakteri-bakteri tersebut didapatkan oleh bayi yang lahir secara normal melalui saluran kelahiran.

3. Genetika

Faktor genetika juga disebut menjadi faktor risiko timbulnya penyakit asma. Jika salah satu dari saudara yang kembar identik menderita asma, maka kemungkinan pasangan kembarnya menderita penyakit yang sama sekitar 25%.

Pada penelitian yang dilakukan di akhir tahun 2005, ada 25 gen yang telah diasosiasikan dengan asma. Mayoritas gen tersebut berkaitan dengan sistem imun atau modulasi proses peradangan. Namun, meski berbagai penelitian yang mendukung daftar gen ini hasilnya belum konsisten pada semua populasi yang diuji.

Beberapa jenis gen hanya menyebabkan asma jika berkombinasi dengan paparan lingkungan tertentu. Contohnya polimorfisme nukleotida tunggal spesifik dalam wilayah CD14 yang dapat menyebabkan asma jika berpadu dengan paparan endotoksin. Paparan endotoksin ini bisa dari mana saja, entah itu asap rokok, anjing atau tanah pertanian atau lainnya. Tingginya risiko terhadap asma pada kombinasi keduanya tergantung dari genetika orang tersebut serta tingkat paparan endotoksinnya.

4. Kondisi medis

Eksim atopik, rhinitis alergi dan asma merupakan suatu keadaan tiga serangkai yang disebut sebagai atopi. Faktor risiko paling kuat yang dapat memicu penyakit asma adalah riwayat penyakit atopik. Pada laju yang lebih besar juga dihubungkan dengan riwayat penyakit eksim atau demam. Asma juga diasosiasikan dengan suatu penyakit autoimun dan vaskulitis yang disebut Churg–Strauss syndrome. Gejala asma juga dapat timbul pada seseorang dengan tipe urtikaria tertentu.

Kenaikan data yang berbanding lurus antara asma dan obesitas juga membuat keduanya dianggap memiliki korelasi. Hal ini jadi masuk akal ketika mempertimbangkan faktor seperti timbunan lemak yang dapat berpengaruh pada menurunnya fungsi pernapasan, karena pada kenyataannya peradangan dapat ditimbulkan oleh jaringan lemak.

Berbagai obat dengan kandungan penyekat beta, seperti propranolol juga bisa memicu asma ketika diberikan pada seseorang yang rentan. Namun untuk penyekat beta kardioselektif tampaknya masih aman diberikan untuk penderita dengan gejala asma ringan atau sedang. Pengobatan lain yang berisiko adalah inhibitor enzim pengubah angiotensin, OAINS dan ASA.

Tes untuk Mengetahui Pemicu Asma

Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa setelah kamu dinyatakan positif memiliki asma, dokter biasanya melakukan tes untuk mencari tahu pemicu yang bisa membuatmu terkena serangan. Nah beberapa tes yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tes Peradangan

Tes ini dilakukan dengan mengukur kadar oksida nitrat yang terkandung pada hembusan nafas penderita. Jika hasil tes menunjukkan kadar yang cukup tinggi maka kamu dinyatakan positif mengalami peradangan. Selain itu menguji hembusan nafas, tes ini juga bisa dilakukan dengan memeriksa dahak penderita.

2. Tes Responsivitas

Tes responsivitas dilakukan dengan menggunakan serbuk kering (mannitol) dan juga aktivitas olahraga. Setelah melakukan kombinasi dua hal tersebut, kamu akan diminta menghembuskan napas ke spirometri. Apabila volume napasmu turun drastis maka kedua hal tadi bisa dipastikan merupakan penyebab asma untukmu.

3. Tes Alergi

Tes alergi juga diperlukan untuk mengetes ada tidaknya faktor risiko asma pada seseorang. Tes ini dilakukan untuk mencari tahu apakah ada alergen yang mempengaruhimu dalam hal memicu serangan asma.

4. Tes Bronkus

Seperti yang dijelaskan di atas, salah satu gejala asma adalah saluran pernapasan yang lebih sensitif. Nah, tes bronkus ini bertujuan untuk mengukur tingkat sensitivitas saluran pernapasan.

5. CT Scan dan Rontgen

Ketika kamu mengalami gejala asma, namun semua tes di atas tidak menunjukkan hasil negatif maka tes menggunakan CT Scan dan Rontgen ini akan dilakukan. Penggunaan CT Scan atau Rontgen dapat membantu untuk mengetahui keberadaan penyebab lain dari sesak napas yang kemungkinan besar bukan disebabkan oleh asma.

Faktor Risiko Asma

Asma adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, bahkan orang dewasa di rentang usia 30 atau 40-an sekalipun. Memang, mayoritas kasus sudah diketahui sejak penderita masih bayi atau saat mereka di usia kanak-kanak. Namun, sekitar 25% pengidap asma bronkial baru mengalami serangan di usia dewasa.

Lalu apa faktor risiko asma? Menurut WHO, penyakit ini merupakan penyakit yang paling umum diderita oleh anak-anak karena:

  • Orang tua dengan riwayat penyakit asma.
  • Mempunyai infeksi pernapasan, seperti bronkitis atau pneumonia.
  • Punya alergi atopik tertentu, seperti eksim atau alergi makanan.
  • Berat badan rendah saat lahir.
  • Lahir prematur.

Cara Mencegah Asma

Sejauh ini belum ada cara mengobati asma agar sembuh total, kita hanya bisa mencegah gejala asma terjadi terlalu sering serta mengurangi peradangan dan penyempitan saluran pernapasan saja. Metode yang bisa dilakukan berupa terapi obat-obatan atau operasi.

Meskipun setelah menderita penyakit ini sulit sekali untuk dicegah, namun ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya serangan asma, yaitu:

  1. Rutin melakukan vaksinasi influenza dan pneumonia
  2. Mencari tahu pemicu yang menimbulkan gejala asma, lalu sebisa mungkin menghindarinya
  3. Melakukan pemeriksaan ke dokter jika gejala asma yang dialami tidak kunjung membaik setelah menjalani pengobatan

Komplikasi Asma

Penyakit asma yang tidak dikendalikan dengan baik bisa berpengaruh pada kesehatan penderitanya secara keseluruhan. Bahkan, dampaknya bisa secara langsung mempengaruhi fungsi tubuhmu. Diantara komplikasi asma yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

  • Status asmatikus (serangan asma berat yang tidak terpengaruh oleh pengobatan)
  • Pneumonia (infeksi pada paru-paru)
  • Paru-paru rusak, entah itu sebagian atau keseluruhan
  • Kegagalan pernapasan yang ditunjukkan dengan sangar rendahnya kadar oksigen dalam darah atau sangat tingginya kadar karbon dioksida di dalam darah

Berbagai komplikasi di atas tentu saja merupakan kondisi yang berisiko fatal sehingga membutuhkan bantuan medis darurat.

Pengobatan Asma

Pengobatan Asma
Sumber Foto: Orawan Pattarawimonchai Via Shutterstock

Maksud dari pengobatan ini bukanlah menyembuhkan asma secara total, namun lebih kepada mengendalikan gejalanya agar tidak terjadi terlalu sering sehingga asma lebih terkontrol. Pada pengobatan yang dilakukan, dokter akan memeriksa apakah kondisi asma menjadi semakin parah atau tidak.

Ketika memburuk, asma memerlukan penanganan sesegera mungkin dengan pengobatan khusus. Obat-obatan asma ini biasanya berbentuk serbuk dan juga inhaler. Agar obat dapat mencapai paru-paru dengan lebih optimal, kamu bisa menggunakan alat bantu tambahan yang disebut spacer.

Penggunaan spacer juga berguna untuk mengurangi efek samping obat, seperti sariawan dan radang tenggorokan. Inhaler sendiri ada dua jenis berdasarkan waktu penggunaannya, yaitu inhaler pencegah dan inhaler pereda.

Inhaler pencegah mengandung obat-obatan steroid seperti beclomethasone yang akan membantu penderita asma untuk tidak kambuh lebih dari dua kali seminggu. Sementara inhaler pereda berisi beta2-agonist yang dapat meredakan asma dengan cepat. Kandungan pada inhaler pereda ini berfungsi untuk melemaskan otot-otot pernapasan yang kaku serta menyempit. Walau Inhaler tidak memiliki efek samping, namun sebaiknya kamu tidak menggunakannya lebih dari 3 kali dalam seminggu.

Selain itu, Anda bisa juga mencoba mengambil manfaat dari tanaman herbal, seperti mengambil manfaat buah naga untuk asma dengan memakannya secara rutin.

Itulah ulasan lengkap tentang penyakit pernapasan yang disebut asma. Setelah mengetahui gejala-gejala asma dari apa yang dijelaskan di atas, kamu bisa tahu tindakan preventif yang perlu disiapkan untuk menanggulangi penyakit ini menjadi semakin parah. Selain itu, pastikan kamu punya asuransi kesehatan yang siap mengcover ketika terjadi risiko di kemudian hari. Yuk, kunjungi Qoala App untuk tahu produk asuransi kesehatan yang menarik!