Perbedaan zakat dan pajak sangat terlihat jelas. Zakat merupakan kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban tersebut terkena kepada setiap Muslim ketika mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas nisabnya.Sedangkan pajak dalam istilah bahasa Arab dikenal dengan Adh-Dharibah yang berarti pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak.

Sedangkan, pajak adalah suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal penyelenggaraan jasa-jasa untuk kepentingan umum. Lain hal, zakat menjadi salah satu sumber pendapatan negara pada awal masa Pemerintahan Islam. Hal itu dapat dilihat dari sejak diwajibkannya zakat kepada kaum Muslimin hingga kejayaan pemerintahan Islam.

Agar lebih paham, yuk simak sama-sama mempelajari persamaan dan perbedaan zakat dan pajak yang telah dirangkum oleh tim Qoala.

Perbedaan Zakat dan Pajak

Perbedaan Zakat dan Pajak
Sumber Foto: nelzajamal Via Shutterstock

Ada 6 perbedaan dasar  dari macam-macam zakat dan pajak yang wajib diketahui yang telah dirangkum dari beberapa sumber, diantaranya:

1. Perbedaan Zakat dan Pajak Berdasarkan Tujuannya

Tujuan awal zakat dan pajak sangat berbeda. Umat muslim diwajibkan menunaikan ibadah zakat, dengan tujuan untuk menyucikan jiwa dan membersihkan harta. Karena dalam setiap harta yang kita upayakan, terdapat hak orang-orang yang membutuhkan. Selain itu, ibadah zakat adalah perintahkan langsung oleh Allah, dimana perintahnya sama pentingnya dengan ibadah sholat.

Sedangkan pajak merupakan kesepakatan dalam undang-undang yang harus dipenuhi oleh rakyat. Pajak bertujuan agar masyarakat dalam suatu negara, dapat memperoleh fasilitas sosial secara adil dan merata. Tidak hanya yang berasal dari ekonomi menengah bawah, penduduk yang berasal dari ekonomi menengah atas juga merasakan dampak positif, dari pajak yang telah dibayar. Contoh pembangunan fasilitas sosial seperti jalan raya, jalan tol, BPJS, subsidi pendidikan, dan lainnya.

2. Perbedaan Pengelolaan Zakat dan Pajak

Dalam hal pengelola, zakat dan pajak sangatlah berbeda. Pengelola zakat disebut amil, yakni mereka yang dapat dipercaya untuk mengelola zakat. Bila kepengurusan masjid sehat, biasanya terdapat kepanitiaan zakat. Selain di masjid, amil zakat juga dapat ditemui dari lembaga sosial yang terpercaya.

Pengelola pajak adalah negara yang diwakilkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Masyarakat tidak boleh membuat kepengurusan pajak negara sendiri dan pengelolaan pajak telah diatur di dalam undang-undang.

3. Perbedaan Golongan Penerima Zakat dan Pajak

Dalam hal golongan penerima, zakat secara spesifik disalurkan untuk delapan asnaf, yang telah ditentukan dalam surat At-Taubah ayat 60. Delapan asnaf tersebut adalah fakir, miskin, gharim, riqab, mualaf, fisabilillah, ibnu sabil, dan amil zakat. Bentuk penyalurannya pun bisa dalam bentuk dana, makanan, atau program pemberdayaan. Siapa saja orang-orang yang berhak menerima zakat?

  • Fakir ialah orang-orang yang memiliki harta namun sangat sedikit. Orang-orang ini tak memiliki penghasilan sehingga jarang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik. 
  • Miskin: Di atas fakir, ada orang-orang yang disebut miskin. Mereka adalah orang-orang yang memiliki harta namun juga sangat sedikit. Penghasilannya sehari-hari hanya cukup untuk memenuhi makan, minum dan tak lebih dari itu. 
  • Amil: Mereka adalah orang-orang yang mengurus zakat mulai dari penerimaan zakat hingga menyalurkannya kepada orang yang membutuhkan. 
  • Mualaf: Orang yang  baru masuk Islam atau mualaf juga menjadi golongan yang berhak menerima zakat. Ini bertujuan agar orang-orang semakin mantap meyakini Islam sebagai agamanya, Allah sebagai tuhan dan Muhammad sebagai rasulNya. 
  • Riqab atau Memerdekakan Budak: Di zaman dahulu, banyak orang yang dijadikan budak oleh saudagar-saudagar kaya. Inilah, zakat digunakan untuk membayar atau menebus para budak agar mereka dimerdekakan. Orang-orang yang memerdekakan budak juga berhak menerima zakat.
  • Gharim (Orang yang Memiliki Hutang): Gharim merupakan orang yang memiliki hutang. Orang yang memiliki hutang berhak menerima zakat. Namun, orang-orang yang berhutang untuk kepentingan maksiat seperti judi dan berhutang demi memulai bisnis lalu bangkrut, hak mereka untuk mendapat zakat akan gugur. 
  • Fi Sabilillah: Sabilillah adalah segala sesuatu yang bertujuan untuk kepentingan di jalan Allah. Misal, pengembang pendidikan, dakwah, kesehatan, panti asuhan, madrasah diniyah dan masih banyak lagi. 
  • Ibnu Sabil: Ibnu Sabil disebut juga sebagai musafir atau orang-orang yang sedang melakukan perjalanan jauh termasuk pekerja dan pelajar di tanah perantauan. 

Sedangkan penyaluran pajak tidak hanya untuk membantu rakyat kecil, namun pajak juga disalurkan ke setiap sektor masyarakat dalam cakupan yang luas. Seperti pendidikan, ekonomi, infrastruktur daerah, yang dapat dinikmati manfaatnya oleh seluruh penduduk negara.

4. Perbedaan Syarat Membayar Zakat dan Pajak

Syarat seseorang dapat membayar zakat adalah beragama Islam, berakal sehat, baligh (dewasa), harta yang dimiliki telah mencapai nisab dan haul. Nisab zakat telah ditentukan dalam hadis serta ijtima’ para ulama.

Sementara itu, syarat pajak dilihat dari minimal pendapatan yang diperoleh oleh seorang penduduk, di mana nominalnya telah ditentukan oleh negara. Pajak dikenakan kepada seluruh penduduk di negara tersebut selama pendapatan per bulannya telah memenuhi syarat.

Di Indonesia, wajib pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/ PMK.010/ 2016 yang diterbitkan tanggal 27 Juni 2016. Penduduk yang dikenakan pajak adalah mereka yang memiliki pendapatan sebesar 54 juta dalam satu tahun. Artinya, penduduk yang memiliki pendapatan minimal 4,5 juta sebulan wajib membayar pajak kepada negara.

Sebagi informasi, dukungan pemerintah untuk kegiatan pengelolaan zakat diwujudkan dalam bentuk zakat sebagai pengurang pendapatan kena pajak (tax deductible). Pada Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) menyebutkan bahwa zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dikecualikan dari objek pajak dengan syarat zakat dan sumbangan tersebut diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat dan lembaga keagamaan yang telah disahkan oleh pemerintah.

Kemudian, hal ini juga ditegaskan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 mengenai Pengelolaan Zakat. Disebutkan pada Pasal 22 bahwa zakat yang dibayarkan oleh pemberi zakat kepada badan/lembaga amil zakat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Disebutkan juga pada Pasal 23 bahwa badan/lembaga amil zakat wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap pemberi zakat, kemudian bukti setoran tersebut digunakan oleh pemberi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

Adapun, tujuan diberlakukannya aturan ini agar umat Islam yang ingin mengeluarkan zakat tidak dikenakan beban ganda. Selain itu, aturan ini juga mengajak setiap umat Islam untuk taat beragama dan memiliki kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan. Ketentuan mengenai zakat ini juga tertuang melalui PP Nomor 60 Tahun 2010.

Disamping itu, ketentuan zakat juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2018. Tidak hanya mengatur untuk zakat umat Islam, dalam aturan ini juga mengatur tentang lembaga lain sejenis bagi umat yang memeluk agama Buddha, Katolik, serta Kristen. Artinya tidak hanya umat Islam saja yang zakatnya bisa menjadi pengurang pajak, tetapi juga agama selain agama Islam pun bisa mendapat fasilitas sejenis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya, persepuluhan pada agama Kristen yang diberikan kepada lembaga BAKKAT.

Penerapan zakat sebagai pengurang pajak telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2011 mengenai Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat. Pertama, pada Pasal 2 ayat 1 disampaikan bahwa wajib pajak yang melakukan pengurangan zakat yang sifatnya wajib harus melampirkan fotokopi bukti pembayaran zakat pada saat menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Jadi, ketika membayar zakat fitrah tahun 2021 maka bukti pembayaran zakat tersebut disimpan untuk dilampirkan ketika melaporkan SPT Tahunan PPh di tahun 2022.

Kedua, pada Pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa bukti pembayaran zakat yang dimaksud adalah berupa bukti pembayaran secara langsung, melalui transfer rekening bank, atau pembayaran lewat ATM. Adapun, bukti tersebut paling sedikit memuat nama lengkap wajib pajak dan NPWP pembayar; total pembayaran; tanggal pembayaran; nama badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah; tanda tangan petugas dari lembaga pengumpul zakat pada bukti pembayaran apabila pembayaran secara langsung; dan validasi dari petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui transfer bank. 

Namun, zakat tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jika zakat tersebut tidak dibayarkan oleh wajib pajak kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah; serta bukti pembayaran zakat tersebut tidak sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan.

Adapun, daftar badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang disahkan pemerintah telah diatur dan dapat dilihat dalam Peraturan Direktur Jenderal pajak PER-08/PJ/2021. Dalam aturan tersebut memuat 89 badan/lembaga amil zakat baik dari tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota untuk semua agama yang diakui di Indonesia. Badan/lembaga amil zakat tersebut seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat Laz (LAZ), dan lain sebagainya.

5. Perbedaan Alat dan Nominal Pembayaran

Perlu diketahui juga, zakat dan pajak memiliki alat pembayaran yang berbeda. Pembayaran pajak ditunaikan dengan nominal uang. Sedangkan untuk pembayaran zakat dapat berupa makanan pokok, hasil pertanian, hewan ternak, atau uang tunai.

Nominal pajak yang dikenakan pun berbeda-beda. Untuk pendapatan 4,5-50 juta dikenakan biaya pajak 5%. Pendapatan per bulan 50-250 juta, dikenakan pajak 15%. Pendapatan 250-500 juta, dikenakan pajak 25%. Pendapatan per bulan di atas 500 juta, dikenakan pajak sebesar 30%. Sedangkan untuk zakat, bila sudah mencapai nisab, sebesar apapun nilai uang tunai yang dimiliki, tetap dikenakan 2,5%. Nilainya jauh lebih kecil daripada pajak. Hal ini wajar berbeda. Zakat difokuskan untuk membantu ke sesama umat muslim. Sedangkan pajak ditujukan untuk membangun negara, yang membutuhkan nominal lebih besar.

Jika zakat yang dibayarkan adalah hasil pertanian dan peternakan, nilainya tidak dihitung dari 2,5%. Setiap hasil panen dan ternak memiliki nisab masing-masing, yang telah ditetapkan dalam hadits Rasulullah serta ijtima’ para ulama.

6. Perbedaan Waktu Pembayaran Zakat dan Pajak

Sejumlah ulama dan ahli fiqih sepakat membagi waktu pembayaran zakat fitrah ke dalam lima waktu, yakni sebagai berikut:

Waktu Mubah

Yang dimaksud waktu mubah membayar zakat fitrah adalah selama berlangsungnya bulan Ramadhan. Jadi umat muslim boleh membayar zakat dari awal Ramadhan sampai akhir bulan Ramadhan.

Waktu Wajib

Lalu yang dimaksud waktu wajib membayar zakat adalah saat matahari mulai terbenam di akhir bulan Ramadhan. Ini adalah waktu pembayaran zakat fitrah yang paling utama.

Waktu Sunah

Waktu selanjutnya yang masih diperbolehkan membayar zakat adalah di waktu sunah, yakni setelah selesai shalat Subuh dan sebelum datangnya waktu shalat Idul Fitri.

Waktu Makruh

Yang dimaksud waktu makruh adalah membayar zakat di tanggal 1 Syawal, yakni setelah selesai shalat Idul Fitri sampai ketika matahari terbenam.

Waktu Haram

Terakhir, waktu yang diharamkan untuk membayar zakat fitrah adalah setelah terbenamnya matahari di 1 Syawal atau sudah lewat tanggal 1 Syawal.

Ingat, pastikan membayarnya di hari terakhir bulan Ramadhan, karena kalau sudah lewat waktu tersebut maka hukum jadi makruh bahkan haram.

Sedangkan, pembayaran pajak di Indonesia dibayarkan setiap tanggal 10 pada bulan berikutnya. Pembayaran pajak dikenakan setiap bulan. Jika terlambat membayar pajak, maka akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan. Dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

Persamaan Zakat dan Pajak

Persamaan Zakat dan Pajak
Sumber Foto: Deemerwha studio Via Shutterstock

Terdapat pertanyaan tentang zakat terkait dengan persamaan zakat dan pajak. Mengutip dari beberapa sumber, berikut ini merupakan sisi persamaan antara zakat dan pajak:

  • Keduanya mengandung unsur paksaan.
  • Pajak dan zakat sama-sama disalurkan melalui lembaga.
  • Tidak ada imbalan tertentu bagi yang mengeluarkan pajak ataupun zakat dari lembaga yang menerimanya.
  • Keduanya memiliki target-target pada aspek sosial, ekonomi, politik tertentu

Secara detail, zakat dan pajak memiliki persamaan karena perintah mengeluarkan sebagian harta ini dijalankan menurut aturan tertentu yang menaungi sebuah kelompok masyarakat. Zakat dibayar berdasarkan syariat Islam, sedangkan pajak dibayarkan menurut undang-undang perpajakan yang berlaku dalam sebuah negara.

“…dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”

(QS. Al-Baqarah: 43)

Persamaan pajak dan zakat berikutnya adalah besarnya pembayaran ditentukan menurut persentase tertentu dan berlaku untuk orang-orang yang memenuhi syarat. Keduanya juga berperan dalam membangun kesejahteraan kelompok masyarakat tertentu. Tentunya, kita ingin Indonesia semakin maju bukan?

Zakat dan pajak memiliki perbedaan, dari tujuan hingga penerapannya. Sungguh keliru apabila kita sudah merasa membayar zakat dan tidak mau membayar pajak, begitu pun sebaliknya. Zakat dan pajak, keduanya memiliki fungsi dan peranannya masing-masing. Sebagai Hamba yang taat kepada Allah SWT, tentu kita harus menunaikan zakat apabila sudah memenuhi syarat.

Jika penghasilan bulanan yang kita miliki telah mencapai standar minimal wajib pajak, maka kita juga perlu membayar pajak sesuai yang telah ditentukan oleh undang-undang. Melalui dana pajak, kita berkontribusi bersama-sama untuk meningkatkan kualitas bangsa Indonesia.

Ada beberapa hal yang menjadi kendala penerapan zakat sebagai pengurang pajak di Indonesia, diantaranya adalah kurangnya pemahaman wajib pajak atas aturan dan syarat yang harus dipenuhi agar zakat dapat menjadi pengurang pajak, kurangnya informasi tentang badan/lembaga amil zakat yang disahkan pemerintah, sehingga banyak wajib pajak membayarkan zakatnya pada badan/lembaga yang tidak disahkan pemerintah, serta keengganan wajib pajak mencantumkan besaran zakat pada SPT PPh Tahunan karena menghindari riya.

Zakat sebagai salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam dalam menyempurnakan keislamannya. Tidak hanya itu, sebagaimana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa zakat dikecualikan dari objek pajak jika zakat tersebut diserahkan kepada badan/lembaga amil zakat atau lembaga keagamaan yang telah disahkan oleh pemerintah. Bukti pembayaran zakat yang diterima dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak PPh, sehingga jumlah pajak yang dibayarkan dalam SPT Tahunan PPh akan berkurang.

Itu dia penjelasan perencanaan keuangan lengkap terkait perbedaan zakat dan pajak yang wajib dipahami. Selain informasi di atas, kamu juga bisa mendapatkan informasi lainnya terkait asuransi hanya di Qoala Apps atau Blog Qoala.