Banyaknya permintaan akan kebutuhan asuransi di masyarakat membuat semakin tingginya inovasi yang terjadi pada bidang tersebut. Inovasi yang terjadi pada bidang asuransi terbilang ada banyak, salah satunya adalah asuransi syariah. Asuransi syariah adalah jenis asuransi yang menggunakan syariat Islam dalam pengelolaan dana dan berbagai kegiatan lainnya. Asuransi ini merupakan asuransi yang banyak diminati oleh orang Indonesia, mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia memeluk agama Islam. Dalam asuransi syariah, ada istilah yang disebut dengan akad tabarru. Istilah ini memang terbilang cukup baru di telinga masyarakat tetapi akad tabarru sebenarnya adalah sesuatu yang kita sering lakukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita menyadarinya. Terkait akad tabarru, Qoala sajikan pembahasan detail terkait dengannya.

Pengertian Akad Tabarru

Pengertian Akad Tabarru
Sumber Foto: Jirapong Manustrong Via Shutterstock

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Perasuransian dengan prinsip syariah, menjelaskan kalau akad tabarru merupakan akad hibah yang sifatnya bukan komersial dan tujuannya adalah untuk menolong peserta yang ada di dalamnya. Dana yang dikumpulkan akan dimasukkan ke dalam suatu rekening dan disebut sebagai dana tabarru.

Akad tabarru merupakan akad yang paling banyak digunakan dalam transaksi keuangan berbasis Islam. Akad tabarru merupakan perjanjian transaksi yang tidak secara khusus diniatkan untuk mendapatkan keuntungan secara finansial. Tabarru sendiri berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang bisa diartikan sebagai kebaikan.

Akad tabarru merupakan perjanjian yang tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan kebaikan, bukannya keuntungan. Namun kamu harus tetap mendapatkan keuntungan, karena haram hukumnya untuk tidak menerima apapun dari akad ini. Kamu bisa mengambil sedikit keuntungan untuk mengganti biaya yang kamu keluarkan saat kamu menjalankan akad ini. Tabarru dalam ilmu fiqih juga bisa diartikan sebagai pemberian manfaat dari satu pihak ke pihak yang lainnya supaya bisa mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Perbedaan Tabarru dengan Tijarah

Ada sifat yang terdapat pada akad ijarah dan tabarru yang merupakan titik pembeda kedua akad ini. Akad tabarru memiliki sifat transaksi yang tidak mendapatkan profit. Tujuan transaksi dalam akad tabarru adalah untuk saling tolong-menolong, bukannya mendapatkan keuntungan.

Orang-orang yang ikut ke dalam akad ini juga bisa meminta keuntungan untuk menutupi biaya yang dikeluarkan saat ia melakukan akad tabarru. Namun orang tersebut tidak boleh mengambil laba dari akad tabarru tersebut, bahkan sedikit pun. Akad tabarru ini juga tidak bisa diubah menjadi akad tijarah, kecuali sudah disetujui sebelumnya.

Akad tijarah merupakan akad yang berorientasi pada transaksi yang mendapatkan keuntungan. Transaksi ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang sifatnya komersial. Akad ijarah juga bisa diubah menjadi akad tabarru apabila pihak yang haknya tertahan mau melepaskan haknya sehingga kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya bisa digugurkan.

Akad tabarru merupakan akad yang tujuannya untuk mendapatkan kebaikan supaya bisa mendapatkan balasan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Apabila akad tabarru berjalan dengan adanya keuntungan komersial maka akad ini bukanlah akad tabarru lagi tetapi menjadi akad tijarah. Kamu tidak boleh mengambil keuntungan komersial sedikit pun jika kamu ingin selalu berangkat tabarru. Namun biaya yang muncul saat kamu melaksanakan akad ini bisa digantikan dengan cara mengambil bagian dari akad tabarru.

Industri yang Menerapkan Akad Tabarru

Akad tabarru bukanlah akad yang hanya digunakan pada kehidupan masyarakat saja tetapi juga digunakan pada lembaga-lembaga, terutama pada lembaga keuangan untuk bisa menyediakan produk keuangan yang dibutuhkan oleh konsumen dan sesuai dengan syariat Islam. Beberapa lembaga yang menggunakan akad tabarru adalah berikut ini.

Asuransi syariah

Asuransi syariah bukanlah hanya sekedar istilah, tetapi asuransi ini benar-benar berbeda dengan asuransi konvensional. Asuransi syariah menggunakan akad tabarru dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Akad tabarru ini membuat semua peserta asuransi bisa menggunakan premi asuransi yang dibayarkan untuk bersedekah dengan cara membantu peserta asuransi lain yang sedang terkena bencana.

Perbankan syariah

Akad tabarru juga digunakan pada industri investasi dan perbankan syariah, terutama pada transaksi pinjam meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam yang dilakukan akan menggunakan sistem bagi hasil sehingga syariat Islam tidak dilanggar.

Pegadaian Syariah

Akad tabarru juga digunakan pada transaksi pinjam meminjam dengan jaminan yang ada pada pegadaian syariah. Prinsip yang digunakan juga sama seperti pada perbankan syariah di mana transaksi pinjam meminjam yang dilakukan akan tetap sesuai dengan syariat Islam, sehingga terhindar dari riba.

Contoh Akad Tabarru

Setelah mengerti pengertian tabarru serta perbedaan tabarru dengan tijarah, ada hal lain yang harus kamu ketahui untuk memahami akad tabarru dengan lebih baik lagi. Akad tabarru memiliki beberapa contoh di dalam dunia perbankan. Contoh akad tabarru yang ada adalah Qardh, Rahn, Hawalah, Wakalah, Kafalah, dan Wadiah. Keenam contoh akad tabarru tersebut sangatlah baik untuk diketahui sebelum kamu membeli produk asuransi syariah karena sebenarnya akad tabarru ini sering kita temukan dalam kegiatan normal perbankan. Bukan hanya contoh akad tabarru tapi kamu juga harus mengetahui dasar hukum akad tabarru yang digunakan pada asuransi syariah. Dengan ini, kamu bisa mengetahui hak dan kewajiban kamu lebih baik sehingga kamu tidak merasa dirugikan.

1. Qardh

Qardh merupakan akad pinjam meminjam yang dilakukan oleh bank kepada nasabahnya untuk membantu nasabah yang sedang memiliki kebutuhan mendesak. Pinjaman ini akan dikembalikan dengan jumlah yang sama dan sesuai dengan jangka waktu yang sudah disepakati bersama.

Nasabah bisa melakukan pembayaran secara berangsur atau sekaligus. Qard memiliki dana yang asalnya dari wadiah milik bank dan sumber dana dari muzakki atau kaum dermawan yang bentuknya zakat, infak, sedekah, dan banyak lagi. Dana ini digunakan untuk hal-hal yang sifatnya sosial atau untuk membantu kaum duafa.

Dana ini dapat digunakan untuk membiayai usaha milik kaum dhuafa, memberikan pinjaman untuk menutup utang, memberikan pinjaman untuk sewa rumah, dan memberikan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak karena adanya musibah. Akad ini juga bisa digunakan untuk mengalihkan utang yang dilakukan dengan ketentuan khusus.

Akad qard dan murabahah

Bank akan memberikan pinjaman kepada nasabah dimana dengan pinjaman tersebut nasabah akan melunasi utangnya dan barang yang dibeli akan menjadi aset nasabah secara keseluruhan. Nasabah bisa menjual aset kepada bank dan dengan penjualannya itu nasabah bisa melunasi pinjaman yang ia lakukan dengan bank. Bank menjual aset yang dimilikinya kepada nasabah secara murabahah dan akan dibayar secara berangsur.

Akad qard dan ijarah muntahia bittamlik

Bank memberikan pinjaman kepada nasabah dan nasabah akan menggunakan uang tersebut untuk melunasi utangnya supaya barang yang dibeli nasabah bisa menjadi miliknya secara penuh. Nasabah akan menjual asetnya kepada bank dan dengan hasil penjualan itu nasabah bisa melunasi pinjamannya yang ia pinjam dari bank. Bank akan menyewakan aset yang sudah menjadi miliknya kepada nasabah dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik.

Akad qard dan ijarah

Nasabah diperbolehkan untuk melakukan akad ijarah dengan bank sesuai dengan yang tertera pada Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN- MUI/IV/2002. Bank juga dapat membantu untuk membayar terlebih dahulu (menalangi) kewajiban milik nasabah dengan menggunakan prinsip al-qard yang ada pada Fatwa DSN- MUI Nomor 19/DSN- MUI/IV/2001. Akad ijarah dilarang untuk dipersyaratkan bersamaan dengan pemberian talangan. Imbalan jasa ijarah, jumlahnya tidak boleh didasarkan dengan jumlah talangan yang diberikan oleh bank kepada nasabah untuk membayar utangnya.

Pemberian pinjaman ini tidak boleh menyimpang dan harus jelas dalam penggunaannya dan sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Bank harus mengetahui karakter nasabah dengan jelas dan yakin secara penuh kalau nasabah bisa membayar dana yang sudah dipinjam. Bank tidak boleh meminta imbalan atau tambahan bayaran di luar dari pinjaman yang diberikan.

2. Rahn

Rahn merupakan akad menyerahkan barang atau harta milik nasabah kepada bank untuk dijadikan jaminan atau seluruh utang. Akad ini digunakan dalam perbankan dalam bentuk gadai supaya bisa dijadikan jaminan pembayaran kembali untuk bank yang membantu dalam pembiayaan. Beberapa syarat yang harus dimiliki oleh barang yang digadaikan adalah sebagai berikut.

  • Benar-benar milik nasabah sendiri.
  • Sifat nilai dan ukurannya jelas dan bisa ditentukan dengan nilai riil pasar.
  • Dapat dikuasai tetapi tidak boleh digunakan oleh pihak bank.
  • Nasabah juga bisa menggunakan barang yang digadaikan nya atas izin bank tetapi barang tersebut tidak boleh sampai rusak atau berkurang nilainya. Barang yang digadaikan atas perintah hakim bisa dijual oleh pihak nasabah atas seizin bank. Hasil penjualan yang lebih dari kewajiban nasabah juga bisa disimpan oleh nasabah. Namun jika hasil penjualan yang lebih kecil maka nasabah harus tetap membayar sisanya.

3. Hiwalah

Hiwalah adalah akad yang bisa memindahkan utang seseorang menjadi utang orang lain. Akad ini biasanya digunakan dalam perbankan untuk hal-hal berikut ini.

  • Dalam hal anjak piutang, di mana nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga akan memindahkan piutang tersebut kepada bank. Bang akan membayar piutang tersebut dan menagihnya kepada pihak ketiga.
  • Post dated check, dimana bank akan menjadi juru tagih tanpa membayarkan piutang tersebut terlebih dahulu.
  • Bill discounting memang sebenarnya mirip dengan prinsip hawalah tetapi bill discounting meminta nasabah untuk membayar biaya tambahan, sedangkan tambahan biaya tidak ada pada kontraksi hiwalah.

4. Wakalah

Wakalah dilakukan dalam aktivitas perbankan saat nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk menjadi wakil dirinya dalam melakukan beberapa pekerjaan tertentu seperti membuka L/C, ikaso, dan mentransfer uang. Akad ini sering dijadikan jembatan akad tijarah, di mana bank memberikan akad wakalah ini kepada nasabah dalam rangka mewakilkan pembelian barang dari pemasok.

5. Kafalah

Kafalah adalah akad pemberian tanggung jawab seseorang ke orang lain dalam suatu tuntutan. Hal ini membuat orang lain tersebut ikut memiliki tanggung jawab atas tanggung jawab seseorang yang ada kaitannya dengan masalah nyawa, barang, atau utang. Pihak yang mendapatkan tanggungan tersebut tentunya bukanlah pihak yang beruntung dan utang pihak yang sudah dijamin ini juga tidak akan gugur meski ada jaminan dari pihak penjamin.

Kafalah adalah akad yang menjadikan seorang penjamin ikut memiliki tanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam melunasi utang sehingga keduanya merupakan jadi pembayar utang. Akad ini bisa kita lihat pada bagian perbankan dalam kegiatan penerbitan garansi bank.

  • Kafalah bin nafs, yang merupakan jaminan diri si penjaminnya.
  • Kafalah bil maal, yang merupakan jaminan membayar utang. Di perbankan, hal ini bisa berbentuk jaminan uang muka atau jaminan pembayaran.
  • Kafalah muallaqa, yang merupakan jaminan mutlak dengan batas waktu tertentu dan tujuan tertentu. Hal ini ada dalam perbankan saat pemberian jaminan pelaksanaan proyek atau jaminan penawaran.

6. Wadiah

Wadiah bisa kita kenal dalam perbankan dengan nama simpanan. Wadiah merupakan simpanan murni dari satu pihak ke pihak lain dalam bentuk perseorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dengan baik dan dikembalikan kapan saja saat si nasabah ingin melakukannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam wadiah adalah sebagai berikut.
Pihak bank atau penerima simpanan merupakan tangan amanah. Nasabah yang melakukan Penyimpanan tidak memiliki tanggung jawab apapun atas semua kerusakan dan kehilangan yang terjadi pada titipannya selama hal itu tidak terjadi karena kecerobohan atau kelalaiannya sendiri.

Uang titipan bisa digunakan atas izin pemilik uang tersebut dan dengan catatan kalau pengguna uang tersebut bisa menjamin akan mengembalikan uangnya secara penuh. Pihak bank yang merupakan tangan amanah akan berubah menjadi pihak penanggung. Pihak bank bisa mendapatkan semua keuntungan dari penggunaan uang tersebut tetapi juga bisa mengalami kerugian karena ia juga harus menanggungnya. Penggunaan ini akan memberikan nasabah, bonus tambahan pada simpanannya. Bank bisa memberikan jasa atas pemakaian uangnya tanpa melakukan perjanjian lebih dulu, bisa dalam bentuk nominal atau persentasenya. Hal ini murni kebijakan bank sebagai pengguna dari bank.

Dasar Hukum Akad Tabarru

Dasar Hukum Akad Tabarru
Sumber Foto: Indypendenz Via Shutterstock

Tabarru didefinisikan sebagai akad yang menyebabkan kepemilikan harta tanpa adanya ganti rugi yang dilakukan seseorang untuk orang lain secara sukarela. Tabarru yang ada pada asuransi syariah adalah cara yang diperbolehkan untuk melepaskan diri dari gharar yang diharamkan dalam Islam.

Tabarru memang tidak bisa ditemukan dalan al-Quran, tapi Allah mendorong kita untuk saling tolong menolong pada Surah Al Maidah: 2. Dalam surah tersebut, kita diminta untuk saling tolong menolong dalam mengerjakan kebaikan dan takwa. Namun jangan tolong menolong saat berbuat dosa dan pelanggaran. Kita harus bertakwa kepada Allah karena siksaan yang akan diberikan oleh oleh akan sangat berat.

Dalam asuransi syariah, tabarru dilakukan untuk bisa mengumpulkan dana kebajikan dengan ikhlas supaya bisa membantu sesama nasabah jika ada salah satu diantaranya yang mendapat musibah. Klaim yang dilakukan akan diberikan dari dana tabarru sudah diniatkan oleh semua nasabah untuk tolong menolong. Pihak yang memberikan bantuan tidak berniat mendapatkan imbalan, melainkan pahala dari Allah SWT. Berbeda dengan akad mu’awadhah pada asuransi konvensional.

Secara umum, yang memberikan bantuan, memiliki hak untuk menerima penggantian. Akad tabarru dilakukan untuk melakukan kebaikan dan bukan untuk tujuan komersial. Peserta bisa memberikan hibah yang nantinya digunakan untuk menolong nasabah lain. Perusahaan hanya menjadi pengelola saja. Menyisakan sebagian harta untuk membantu orang lain adalah hal yang sangat diperbolehkan dalam Islam.

Riwayat HR. Muslim yang berisi, “Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam.”, adalah riwayat yang menjelaskan kegiatan tolong menolong dalam masyarakat Islam. Hal ini digambarkan seperti satu tubuh, saat ada anggota badan yang sakit (masyarakat), yang lain juga akan merasa sakit. Kita bisa sekedar menjenguk atau bahkan memberi bantuan meski kecil jumlahnya. Bantuan ini setidaknya dapat mengurangi beban orang yang terkena musibah. Hadis ini digunakan sebagai dasar filosofi asuransi syariah.

Itulah beberapa informasi yang dapat Qoala sampaikan terkait dengan akad tabarru. Akad tabarru memang terbilang sebagai istilah yang cukup asing di telinga masyarakat Indonesia karena penggunaannya yang jarang dan juga penyampaian informasi yang terbilang jarang dilakukan. Sangat baik apabila kamu berusaha untuk mengenali akad tabarru secara lebih seksama lagi karena aplikasinya yang ternyata banyak bersangkutan dengan kehidupan sehari-hari, tapi apabila kamu tertarik membeli produk asuransi syariah, kamu lebih wajib benar-benar mengerti akan istilah ini supaya kamu mengerti kemana perginya dana yang kamu bayarkan tiap bulannya. Kamu juga pasti akan merasa lebih aman setelah mengerti semua hal yang diperlukan saat kamu ingin mendaftar menjadi salah satu nasabah asuransi syariah. Semoga kamu bisa mendapat insight baru dengan membaca artikel ini.