Banyak masyarakat yang masih bingung dengan tabel perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional. Kurangnya informasi tentang skema yang berbeda antara asuransi syariah dan asuransi konvensional membuat sebagian besar tidak percaya dengan sistem yang diterapkan pada asuransi syariah yang dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Apa sebenarnya perbedaan mendasar antara asuransi syariah dan konvensional ini? Kali ini Qoala akan menjelaskan secara detail perbedaan asuransi syariah dan konvensional.

1. Prinsip Dasar Asuransi Syariah dan Konvensional

prinsip dasar perbedaan asuransi syariah dan konvensional
Sumber foto: FTiare via Shutterstock

Apa itu asuransi syariah? Apa yang dimaksud dengan asuransi syariah? Menurut Dewan Syariah Nasional, pengertian asuransi syariah adalah sebuah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong antara sejumlah orang. Hal ini dilandasi dengan investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariat Islam. Contoh sistem yang diberlakukan dalam asuransi syariah memungkinkan para peserta untuk menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim jika ada peserta lain yang terkena musibah. Jadi, dalam asuransi syariah ini peranan perusahaan asuransi hanyalah sebatas pengelolaan operasional dari sejumlah dana yang diterima. Itulah perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional yang paling mendasar (bukan persamaan).

2. Akad atau Sistem Perjanjian

Selain prinsip dasar, ada perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional yang cukup mendasar dari sistem perjanjian atau akad antara asuransi syariah dan asuransi konvensional. Pada pada asuransi syariah, akad yang menjadi landasan sistem perjanjian adalah akad takaful. Akad ini merupakan akad tolong menolong yang memungkinkan para peserta asuransi untuk membantu peserta lainnya dengan dana sosial (tabarru’) yang telah dikumpulkan oleh pihak asuransi syariah. Sedangkan pada asuransi konvensional, prinsip dasar yang digunakan adalah akad tabaduli, yaitu akad jual beli. Akad ini harus ada kejelasan dalam beberapa hal seperti pembeli, penjual, objek yang diperjualbelikan, harga, dan ijab qabul. Kedua pihak memahami dan menyetujui transaksi yang terjadi.

Beberapa akad yang ada pada asuransi syariah dan telah sesuai dengan ketentuan Dewan Syariah Nasional antara lain:

  • Akad tabarru’, yaitu peserta memberikan dana hibah untuk menolong peserta lainnya yang tertimpa musibah. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana atas dasar akad wakalah.
  • Akad wakalah bil ujrah, yaitu peserta memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi dengan imbalan berupa ujrah. Perusahaan bertindak sebagai wakil untuk mengelola dana, sedangkan peserta bertindak sebagai pemberi kuasa untuk mengelola dana. Perusahaan asuransi waji menginvestasikan dana sesuai dengan syariah dan jika akan mendapatkan imbalan berdasarkan kesepakatan awal.
  • Akad Mudharabah, yaitu perusahaan bertindak sebagai pengelola dan peserta bertindak sebagai shahibul mal. Peserta memberikan kuasa pada pengelola untuk mengelola dana tabarru’ sesuai dengan kuasa dan wewenang yang diberikan dengan mendapatkan imbalan bagi hasil yang telah disepakati Bersama.
  • Akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan akad Mudharabah dan Akad Musyarakah yang memungkinkan perusahaan asuransi untuk menyertakan dana yang dimiliki dalam investasi bersama dengan dana peserta. Nantinya keuntungan akan dibagi secara proporsional antara perusahaan dan peserta.
  • Al-Qardh-Al-Hasan, merupakan pinjaman murni dari dana perusahaan asuransi kepada dana tabarru’ jika terjadi defisit underwriting. Hal ini terjadi jika dana tabarru’ tidak mencukupi untuk membayar santunan asuransi.

3. Sistem Kepemilikan Dana

Menurut Brainly, perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional pdf selanjutnya terletak pada sistem kepemilikan dana. Sistem kepemilikan dana yang ada pada asuransi syariah menerapkan kepemilikan dana bersama atau dana kolektif para pesertanya. Jadi, jika peserta mengalami musibah, maka peserta lain akan membantu memberikan santunan melalui kumpulan dana tabarru’. Ini adalah bagian dari prinsip sharing of risk. Sedangkan pada asuransi konvensional, prinsip sharing of risk ini tidak berlaku. Perusahaan asuransi konvensional akan mengelola dan menentukan dana perlindungan nasabah yang berasal dari pembayaran premi bulanan.

4. Pengelolaan Dana (Secara Umum)

Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional lainnya adalah dari segi pengelolaan dana. Pada asuransi syariah, dana yang ada adalah milik semua peserta dan perusahaan hanya berperan sebagai pengelola dana tanpa hak milik. Dana ini nantinya akan dikelola semaksimal mungkin untuk keuntungan peserta asuransi dengan sistem transparan. Dalam pengelolaan dana syariah juga harus melibatkan objek halal dan tidak boleh mengandung ketidakjelasan baik secara hukum, fisik, dan faktanya. Semuanya harus sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan pada asuransi konvensional, dana premi yang sudah dibayarkan oleh nasabah akan dikelola sesuai perjanjian. Misalkan dialihkan untuk biaya investasi atau pertimbangan lain sesuai dengan jenis produk asuransi yang dipilih untuk mendapatkan keuntungan maksimal.

5. Bentuk Investasi dan Pengelolaan Instrumen Dana Investasi

Salah satu perbedaan antara asuransi umum dengan asuransi syariah adalah dari bentuk investasi dan pengelolaan dana. Dari segi bentuk investasi dan pengelolaan instrument dana investasi antara asuransi Syariah dan asuransi konvensional juga memiliki perbedaan yang cukup besar. Dalam asuransi syariah, investasi tidak bisa dilakukan pada berbagai usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah dan mengandung unsur haram. Beberapa kriteria bentuk investasi bisnis yang dilarang dalam asuransi syariah adalah:

  • Perjudian dan permainan yang tergolong ke dalam judi.
  • Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerangan barang/jasa, dan perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu.
  • Jasa keuangan ribawi seperti bank berbasis bunga dan perusahaan pembiayaan berbasis bunga.
  • Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian atau judi.
  • Produksi, distribusi, dan perdagangan atau penyediaan berbagai barang haram seperti yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI, serta melakukan transaksi suap.

Ketentuan investasi yang cukup ketat di atas tidak berlaku dalam asuransi konvensional. Dalam asuransi konvensional, prinsip dasarnya adalah melakukan berbagai macam investasi dalam instrumen yang mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan tanpa mempertimbangkan haram atau tidaknya instrumen investasi yang dipilih. Hal ini menjadi tanggung jawab perusahaan karena dana yang dikelola seluruhnya adalah milik perusahaan asuransi dan bukan pemilik polis seperti asuransi syariah.

6. Pengawasan Dana

Perbedaan asuransi syariah dan konvensional lainnya terletak pada pengawasan dana. Asuransi syariah melibatkan pihak ketiga sebagai pengawas kegiatan asuransi yaitu Dewan Pengawas Syariah yang akan bertugas mengawasi proses transaksi perusahaan agar tetap memegang prinsip syariah. Adapun Dewan Pengawas Syariah bertanggung jawab langsung kepada Majelis Ulama Indonesia. Sedangkan pada asuransi konvensional, tidak ada badan pengawas khusus untuk mengontrol semua kegiatan dan transaksi perusahaan. Semua kegiatan yang dilakukan oleh asuransi konvensional secara resmi harus mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

7. Pengelolaan Risiko

pengelolaan resiko asuransi syariah dan konvensional
Sumber foto: Ju PhotoStocker via Shutterstock

Prinsip dasar asuransi syariah adalah kegiatan sekumpulan orang yang akan saling bantu serta tolong menolong dengan cara mengumpulkan dana hibah (tabarru’). Dengan ini maka pengelolaan risiko dilakukan dengan prinsip sharing of risk, yaitu risiko dibebankan kepada perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri. Hal ini berbeda dengan asuransi konvensional yang memberlakukan prinsip transfer of risk, yaitu risiko dibebankan oleh peserta asuransi kepada pihak asuransi yang bertindak sebagai penanggung dalam perjanjian yang telah disepakati dalam polis.

8. Istilah Dana Hangus

Dalam asuransi, dikenal istilah Dana Hangus yang akan terjadi jika tidak ada klaim dalam jangka periode yang disepakati. Misalnya dana hangus pada asuransi perjalanan ketika trip telah digenapi atau asuransi property hangus saat masa polis berakhir. Istilah Dana Hangus tidak ada dalam asuransi syariah. Dana yang telah diberikan ke perusahaan asuransi tetap bisa diambil meskipun nantinya ada sebagian kecil yang diikhlaskan sebagai dana tabarru’. Jika peserta tidak sanggup melanjutkan asuransi syariah, dana tetap bisa ditarik sepenuhnya sesuai dengan jumlah yang pernah dibayarkan. Sedangkan dana hangus pada asuransi konvensional adalah sesuatu yang pasti. Dana akan langsung hangus ketika periode polis berakhir, tidak sanggup membayar premi berjalan, dan ketentuan lainnya yang telah disepakati di awal perjanjian.

9. Surplus Underwriting

Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional selanjutnya ada pada surplus underwriting. Surplus underwriting adalah dana yang diberikan kepada peserta jika terdapat kelebihan dana dari rekening sosial, termasuk dari pendapatan lain setelah dikurangi dengan pembayaran klaim atau santunan dan utang jika ada. Pada asuransi syariah, sistem surplus underwriting diberikan bagi semua peserta asuransi dan pembagian keuntungan bersifat prorata. Sedangkan pada asuransi konvensional, tidak ada pembagian keuntungan surplus underwriting, namun ada istilah no-claim bonus pada beberapa produk asuransi yakni pemberian kompensasi kepada nasabah apabila tidak pernah melakukan klaim dalam jangka waktu tertentu.

10. Kewajiban Wakaf dan Zakat

Pada asuransi syariah berlaku istilah wakaf dan zakat, sedangkan pada asuransi konvensional tidak ada. Hal ini menjadi perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional yang cukup terlihat. Pembayaran polis bisa diberikan kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada dasarnya, pengertian wakaf adalah penyerahan hak milik atau harta benda yang tahan lama kepada penerima wakaf atau nazir dengan tujuan demi kemaslahatan umat. Dikarenakan wakaf memiliki manfaat perlindungan, maka peserta asuransi bisa mewakafkan manfaat asuransi berupa santunan meninggal dunia dan nilai tunai polis. Sedangkan zakat adalah harga tertentu yang wajib diberikan oleh umat Islam kepada golongan yang berhak menerimanya seperti fakir miskin. Zakat wajib pada asuransi Syariah diambil dari besarnya keuntungan perusahaan.

11. Prinsip Pembayaran Klaim Polis dan Layanan

Berikut ini perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional ditilik dari prinsip klaim polis dan layanan.

a. Sistem Pencarian

Sistem pencairan dan klaim polis antara asuransi syariah dan asuransi konvensional cukup berbeda. Pada asuransi syariah, pencairan dana tabungan bersama akan dilakukan untuk membayar klaim nasabah. Polis bisa diatasnamakan per keluarga inti seperti ayah, ibu, dan anak. Seluruh keluarga bisa mendapatkan perlindungan rawat inap rumah sakit dan akan dibayarkan dalam sistem cashless atas semua tagihan yang ada tanpa menutup kemungkinan double klaim terhadap asuransi lain. Sedangkan sistem pencairan pada asuransi konvensional akan menanggung klaim dari dana perusahaan sesuai dengan polis yang berlaku. Polis yang bersifat individu hanya bisa diatasnamakan oleh satu orang saja, kecuali manfaat polis tertentu yang memiliki fasilitas keluarga.

b. Pemegang Polis

Pada asuransi syariah, pemegang polis bisa didaftarkan untuk satu keluarga dan akan mendapatkan manfaat sekaligus. Sedangkan pada asuransi konvensional, pemegang polis hanya diperbolehkan satu orang saja.

c. Manfaat Double Claim

Asuransi Syariah memberikan manfaat double claim untuk para pesertanya dan keluarga. Jadi peserta bisa memanfaatkan perlindungan rawat inap di rumah sakit untuk semua anggota keluarga. Satu polis bisa digunakan untuk satu keluarga dengan menggunakan kartu. Hal ini akan membuat premi lebih murah dibandingkan dengan asuransi konvensional yang mengharuskan satu polis untuk satu orang saja. Pada asuransi syariah juga bekerja sama dengan BPJS untuk melakukan double claim. Namun manfaat double claim ini hanya berlaku pada beberapa asuransi syariah tertentu saja sehingga para peserta harus teliti dalam mencari asuransi syariah yang memberikan manfaat double claim. Pada asuransi konvensional, tidak ada double claim namun diganti dengan koordinasi manfaat.

Pada koordinasi manfaat, asuransi akan membayar sisa tagihan yang belum dibayarkan oleh asuransi sebelumnya. Sedangkan sisanya tidak dijamin karena peserta upgrade ke kamar yang lebih tinggi. Dengan skema koordinasi manfaat ini, asuransi konvensional akan tetap memperhatikan jatah plafon maksimal. Sedangkan pada double claim, asuransi akan langsung membayar sesuai plafon tanpa memperhatikan berapa sisa tagihan yang belum dibayar BPJS.

12. Pembagian Keuntungan

Pada asuransi syariah, keuntungan yang didapat oleh perusahaan terkait dana asuransi akan dibagikan kepada semua peserta asuransi. Namun pada asuransi konvensional, seluruh keuntungan yang didapatkan akan menjadi milik perusahaan asuransi. Kontribusi asuransi syariah menjadi milik semua peserta untuk membayar klaim. Dalam skema ini, ada dua kemungkinan yang akan terjadi pada asuransi syariah, yaitu kontribusi lebih besar dari jumlah klaim sehingga menghasilkan surplus keuntungan, atau klaim lebih besar dari jumlah kontribusi sehingga mengalami defisit keuntungan. Surplus keuntungan dibagi dengan ketentuan, 60% ditahan dalam saldo tabarru’, dan 30% diberikan kepada peserta, serta 10% kepada perusahaan asuransi. Jika mengalami defisit keuntungan, maka dana akan diambil dari saldo tabarru. Namun jika masih kurang, pinjaman akad Qardh kepada perusahaan asuransi akan menutup defisit. Selama masih defisit, maka pembagian surplus keuntungan tidak akan dilakukan.

13. Kontrak dan Perjanjian

Dalam asuransi syariah, akad yang digunakan adalah hibah (tabarru’) yang didasarkan pada sistem syariah dan dipastikan kehalalannya. Sedangkan pada asuransi konvensional, akad yang dilakukan cenderung sama dengan perjanjian jual beli.

Pengawasan

Dalam hal pengawasan, asuransi syariah mendapatkan pengawasan secara ketat oleh Dewan Syariah Nasional yang dibentuk langsung oleh Majelis Ulama Indonesia dan akan diberi tugas untuk mengawasi segala bentuk pelaksanaan prinsip ekonomi syariah di Indonesia. Mengeluarkan fatwa dan hukum mengenai asuransi syariah juga merupakan tugas dari Dewan Syariah Indonesia. Perwakilan Dewan Syariah Nasional akan ditempatkan di setiap lembaga syariah dan memastikan lembaga tersebut bekerja sesuai dengan prinsip syariah yang berlaku. Tugas dari Dewan Syariah Nasional termasuk dalam mengawasi operasional asuransi syariah serta menimbang bentuk harga yang diasuransikan agar lepas dari unsur haram dan manfaat yang dihasilkan olehnya. Proses pengawasan seperti ini tidak ditemukan pada asuransi konvensional. Obyek yang diasuransikan tidak menjadi sebuah masalah karena fokus perusahaan adalah nilai dan premi yang ditetapkan dalam perjanjian asuransi tersebut.

Itu dia perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional yang mendasar. Setelah kamu memahami apa saja perbedaannya, kamu bisa mulai merencanakan investasi syariah mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial mu. Dapatkan juga tips pengelolaan finansial di Qoala Blog agar kamu semakin bijak dalam menentukan investasi dan pembelanjaan penghasilan secara tepat.