Selain bisnis, salah satu cara yang banyak diminati masyarakat saat ini adalah berinvestasi. Pasalnya, investasi merupakan aktivitas yang perlu perhitungan matang, bukan berdasarkan tindakan impulsif belaka. Salah satu hal yang dapat menjadi pertimbangan saat berinvestasi adalah dengan memanfaatkan konsep Dollar Cost Averaging (DCA). Tentunya, dengan pemanfaatan metode ini, kamu bisa memaksimalkan potensi keuntungan dan sekaligus meminimalkan risiko kerugian investasi.

Sebagai informasi, konsep dari DCA sendiri merupakan cara berinvestasi yang mudah dan bisa dipraktekkan oleh siapa saja, termasuk investor pemula. Tak hanya itu, kamu juga dapat menerapkan konsep ini dalam berbagai jenis instrumen investasi, termasuk di antaranya adalah investasi emas, saham, reksadana, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana cara kerja dari Dollar Cost Averaging (DCA) ini? Dan apa kelebihannya? Berikut ini Qoala akan berikan penjelasan lengkapnya.

Apa Itu Dollar Cost Averaging?

Apa Itu Dollar Cost Averaging
Sumber Foto: Vitalii Vodolazskyi Via Shutterstock

Secara definisi, Dollar Cost Averaging dollar cost averaging atau DCA adalah strategi investasi secara rutin di setiap periode (misalnya setiap bulan) dalam jumlah yang sama tanpa memperdulikan atau memperhatikan harga NAB/unit (nilai aktiva bersih per unit) Reksa Dana.

Dollar Cost Averaging juga merupakan strategi yang tidak memerlukan kemampuan untuk membaca situasi naik dan turunnya pasar dalam penerapannya. Pada praktiknya kamu tidak akan mudah terpengaruh melakukan jual beli instrumen investasi ketika harganya rendah atau melambung naik.

Itulah mengapa metode ini sangat cocok bagi investor pemula. Sambil mempelajari lebih dalam mengenai cara investasi, kamu bisa menerapkan DCA sebagai strategi dalam memulai investasi. Sebab, dengan menerapkan DCA, sama saja kamu telah melakukan diversifikasi untuk mengurangi resiko kerugian.

Sederhananya, kamu memiliki Rp1 juta untuk diinvestasikan. Alih-alih menginvestasikan semuanya sekaligus, kamu bisa menginvestasikan Rp100 ribu setiap bulan selama 10 bulan, meskipun ada perubahan nilai pasar dari waktu ke waktu selama periode tersebut. Jika misalnya NAB/unit Reksa Dana pilihanmu adalah Rp1 ribu pada bulan pertama, maka kamu akan membeli 100 unit penyertaan. Kemudian jika pada bulan kedua NAB/unit turun menjadi Rp800, maka kamu akan membeli 125 unit penyertaan, dan jika pada bulan ketiga NAB/unit menjadi Rp1.250 maka kamu akan membeli 80 unit, demikian seterusnya. Hingga akhirnya, kamu akan membeli lebih banyak unit penyertaan Reksa Dana ketika NAB/unit turun dan lebih sedikit ketika NAB/unit naik. Hasilnya adalah bahwa kamu mungkin telah berinvestasi lebih hati-hati daripada hanya menginvestasikan uang sekaligus sekaligus.

Sangat banyak pelaku pasar finansial yang menerapkan strategi DCA dan merasakan manfaatnya. Kamu tentu pernah mendengar investor saham terkenal Warren Buffet, yang menyatakan bahwa waktu favoritnya untuk menyimpan saham adalah sepanjang waktu alias jangka panjang.

CEO Berkshire Hathaway tersebut suka membidik saham-saham dengan fundamental bagus dan mengoleksinya secara rutin, tak peduli harganya sedang naik maupun turun. Ia tercatat “menabung” saham Coca-Cola selama 32 tahun, American Express selama 27 tahun, serta Procter And Gambler (PnG) selama 15 tahun. Asetnya pun berkembang tidak secara instan, melainkan tumbuh seiring waktu.

Lantas apa bedanya dengan lump sum? Sama seperti DCA, Lump Sum juga merupakan salah satu strategi investasi yang sering digunakan oleh para investor. Namun, pada penerapannya, keduanya memiliki cara kerja jauh berbeda. Lump Sum merupakan strategi investasi yang dilakukan dengan cara mengumpulkan modal lebih dulu. Ketika modal sudah terkumpul, investor akan memasukkannya sekaligus dalam satu waktu di suatu instrumen investasi. Lalu, dari Dollar Averaging Cost vs Lump Sum lebih baik yang mana untuk diterapkan? Pilihan ini tergantung dari modal. Jika kamu sudah memiliki modal besar di awal, maka Lump sum lebih cocok. Tetapi, jika sembari menabung, maka DCA bisa menjadi pilihanmu.

Sedangkan dari segi risiko, Lump Sum memiliki risiko yang lebih besar karena kamu menginvestasikan dana dalam satu periode. Sehingga ketika terjadi penurunan harga, maka kamu akan mengalami kerugian secara keseluruhan. Berbeda dari DCA, strategi ini lebih minim risiko karena kamu berinvestasi pada periode-periode yang berbeda secara berkala. Dengan demikian, kamu telah mendiversifikasikan risiko investasi untuk mengurangi kerugian.

Perlu diingat, jika kamu ingin menggunakan metode DCA, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan supaya kamu bisa mengoptimalkan metode DCA. Seperti:

1. Biaya transaksi

Kamu perlu memperhatikan biaya transaksi yang diberlakukan aplikasi yang dipilih. Untuk meringankan biaya transaksi, pilih aplikasi yang menentukan biaya transaksi murah.

2. Kenaikan harga instrumen

Kamu juga bisa saja menemukan momen instrumen yang dipilih harganya terus naik. Jumlah aset yang dibeli mungkin akan berkurang, jadi potensi keuntungannya pun tidak sebesar yang diperkirakan.

Cara Kerja Dollar Cost Averaging

Metode Dollar Cost Averaging (DCA) cukup mudah untuk diterapkan. Awalnya, kamu harus memilih ingin melakukan investasi pada instrumen apa. Misalnya, saham, kripto, investasi reksa dana dan sebagainya.

Setelah memilih instrumen, tentukan modal investasi. Contohnya, jika kamu berencana untuk berinvestasi dengan modal Rp12 juta, dalam Dollar Cost Averaging maka kamu tidak memasukkan semua uang tersebut sekaligus dalam sekali waktu. Melainkan, kamu memulai dengan Rp1 juta di tiap bulan selama 12 bulan.

Selanjutnya, selama penerapan strategi ini, kondisi pasar bisa saja tak menentu, entah itu bullish maupun bearish. Namun, kamu tetap bisa jalan tanpa perlu memperdulikan situasi tersebut. Apabila pasar sedang dalam kondisi bearish, maka peluang keuntunganmu cukup besar di kemudian hari.

Secara umum, strategi DCA cocok untuk kamu yang lebih tidak ingin ribet dan ingin lebih pasif berinvestasi, tapi tetap mendapatkan keuntungan yang sedikit demi sedikit tapi pasti. Namun, sebelum menentukan, kamu bisa bertanya pada dirimu sendiri:

  • Berapa uang yang ingin aku investasikan? Jika kamu punya banyak “uang dingin” (uang yang tidak terpakai selain pengeluaran bulanan, dana darurat, dana asuransi, dan cicilan lainnya), maka kamu mungkin lebih cocok strategi lain. Tapi jika “uang dingin” kamu sedikit, strategi DCA mungkin cocok untuk kamu.
  • Seberapa sering kamu bisa menyisihkan uang? DCA hanya cocok jika kamu bisa rutin menyisihkan uang dingin.
  • Apa instrumen investasi kamu? Diversifikasi portofolio itu penting. Bahkan ketika kamu menggunakan strategi DCA, kamu bisa mencobanya untuk satu jenis instrumen investasi saja, dan menggunakan strategi lain untuk instrumen investasi lainnya. Dengan begitu, risiko kamu pun berkurang.

Menabung rutin secara konsisten adalah strategi yang paling tepat untuk investor pemula. Semakin lama kamu berinvestasi maka semakin besar jumlah uang yang kamu tabung dengan return yang lebih optimal. Kamu tak perlu buru-buru menjadi kaya, karena berinvestasi memang butuh waktu untuk menunjukkan hasil bahkan sampai 10-40 tahun. Keputusan investasi yang kamu lakukan hari ini akan memiliki dampak besar jika dilakukan secara rutin dan konsisten.

Kelebihan Dollar Cost Averaging

Kelebihan Dollar Cost Averaging
Sumber Foto: 22 TREE HOUSE Via Shutterstock

Meski mempunyai cara pelaksanaan yang sederhana, metode investasi Dollar Cost Averaging mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah:

1. Mudah Dilakukan Bagi Investor Pemula

Pertama, cara kerja Dollar Cost Averaging ini serupa dengan kegiatan menabung sehingga investor pemula dapat mengalokasikan dana dalam jumlah yang sama dalam situasi apapun. Hal ini dapat memudahkan investor pemula yang cenderung sering merasa ragu berinvestasi atau masih baru di dunia investasi.

Pasalnya, dengan menggunakan teknik Dollar Cost Averaging, ketika pasar bergerak naik atau turun, DCA dapat mengurangi risiko kamu dari waktu ke waktu dalam mencoba memilih waktu investasi terbaik.

Misalnya, jika memang pasar turun di bulan ke-4, kamu hanya akan kehilangan sebagian dana, tidak akan semuanya. Selain itu, dengan menambah volume investasi kamu, maka average harga yang kamu miliki saat ini menjadi lebih rendah. Itu halnya yang bagus karena kamu punya average harga yang lebih baik. Nantinya, secara signifikan kamu bisa meningkatkan potensi pengembalian jangka panjang saat pasar mengalami rebound atau pemulihan.

2. Mengurangi Resiko Investasi

Selanjutnya, investor pemula cenderung khawatir dan takut mengalokasikan dana investasi saat momen yang tepat. Di satu sisi, investor juga kerap menebak waktu terbaik untuk invest. Strategi DCA ini menjadi salah satu strategi efektif dalam mengoptimalkan return atau imbal hasil dalam jangka panjang. Dalam hal ini, DCA mampu meminimalisir risiko perubahan nilai portofolio investasi sehingga nilai rata-rata yang kamu peroleh tidak terlalu rendah.

3. Menghindari Penentuan Waktu yang Buruk

Terkadang, seorang investor merasa takut kehilangan momen atau takut merasa rugi, Fear of Missing Out (FOMO) sehingga mengambil keputusan secara emosional. Selain merugi karena perubahan nilai portofolio investasi, kamu juga dapat rugi secara psikologis karena terus menyesali keputusan yang telah dibuat. Untuk itu, strategi investasi ini dapat menghindari ketakutan dan tren memilih timing. Dengan demikian, kamu tidak akan terjebak dalam rasa takut kehilangan momen atau depresi saat berinvestasi.

4. Mengurangi Aspek Emosi saat Berinvestasi

Terakhir, ketika kamu menggunakan strategi DCA, maka bentuknya pun lebih ke rutinitas. Tidak peduli harga lagi naik atau anjlok, kamu hanya perlu membeli. Dengan begitu, ketika orang berlomba-lomba menjual karena harga turun, kamu pun tidak terbawa emosi dan malah bisa melihatnya sebagai peluang untuk mendapatkan lebih banyak saham dengan harga yang lebih murah.

Metode Dollar Cost Averaging membantu kamu agar tidak terlalu terlena dengan pergerakan pasar, membuat kamu berinvestasi di waktu yang tepat dan mengeluarkan dana secara teratur.

Kekurangan Dollar Cost Averaging

Investasi dengan metode Dollar Cost Averaging atau DCA memang memberikan kelebihan yang membuatnya cocok untuk investor pemula. Hanya saja, konsep berinvestasi ini juga memiliki kekurangan, seperti:

1. Nilai Pasar Cenderung Naik

Jika dibandingkan strategi lainnya, Dollar Cost Averaging menawarkan nilai return kepada investor relatif lebih kecil. Apalagi jika kondisi pasar cenderung bergerak naik.

Ketika kamu terus menambah volume investasi pada saat harga naik, maka average harga yang kamu miliki pun menjadi lebih tinggi. Itu akan mengurangi potensi imbal hasil yang seharusnya kamu dapatkan.

Hasilnya, dalam jangka waktu yang panjang pun tingkat keuntungan akan lebih kecil dibandingkan lump sum yang memiliki keuntungan lebih besar. Ketika pasar semakin naik dan terus naik, dengan menggunakan teknik Dollar Cost Averaging, kamu mungkin bisa saja merasa menyesal karena tidak memaksimalkan investasi sejak awal.

2. Termasuk Strategi Pasif

Strategi ini membuat kamu menjadi investor yang pasif. Kamu pun jadi tidak merespon situasi dan kondisi pasar yang terus-menerus berubah, misalnya jika ada akuisisi, krisis ekonomi, atau kejadian lainnya yang dapat mempengaruhi harga.

Maka dari itulah, strategi DCA ini sebenarnya lebih cocok bagi para investor yang tak mau cara yang rumit. Jika kamu tergolong pasif berinvestasi, tapi tetap ingin mendapatkan profit yang pasti walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak, maka Dollar Cost Averaging adalah strategi yang tepat.

Selanjutnya, ada juga kekurangan dari DCA yakni adanya biaya investasi yang harus dibayarkan secara rutin. Contohnya, saat kamu memakai dana investasi untuk saham kemudian akan dikenakan biaya sejumlah yang ditentukan untuk setiap pembelian. Jika nantinya kamu sering membeli saham, maka biaya investasi yang dikeluarkan pun semakin besar. Meski sebenarnya, fee transaksi kecil saham terbilang kecil namun kalau ditotalkan terasa besar juga.

Contoh Dollar Cost Averaging

Mungkin akan lebih jelas jika kita melihat contoh kasus Dollar Cost Averaging atau DCA seperti berikut ini:

Misalnya, kamu ingin berinvestasi Rp10 juta dalam bentuk emas, tetapi tidak yakin kapan waktu yang tepat untuk membeli. Dengan metode Dollar Cost Averaging atau DCA, kamu membeli emas dengan uang sejumlah Rp2,5 juta setiap bulan dari bulan April sampai Juli. Seperti yang kita bisa lihat, harga emas mengalami fluktuasi. Di sini, biaya rata-rata dalam empat bulan untuk membeli emas per gram adalah Rp.835,236/gram. Dengan metode ini, kamu rutin membeli emas setiap bulan tanpa mengkhawatirkan apakah harga emas sedang naik atau turun.

Atau misalnya, kamu ingin membeli saham X. Akan tetapi, kamu tidak ingin memasukkan uang kamu sekaligus semuanya, atau kamu tidak mempunyai uang dengan jumlah yang banyak. Kamu bisa berkomitmen melakukan strategi DCA dengan menginvestasikan Rp200 ribu per bulannya selama 5 bulan. Misalnya saja, berikut perhitungannya:

Bulan 1: Nilai harga saham awal Rp1.000, kamu beli 2 lot.

Bulan 2: Nilai harga saham naik Rp2.000, kamu beli 1 lot.

Bulan 3: Nilai harga saham anjlok Rp500, kamu beli 4 lot.

Bulan 4: Nilai harga saham naik Rp650, kamu beli 3 lot.

Bulan 5: Nilai harga saham akhir Rp1.000, kamu beli 2 lot.

Pada akhir bulan ke-5, kamu mendapatkan 12 lot dengan harga Rp1 juta. Jika kamu langsung berinvestasi Rp1 juta seperti biasa di bulan pertama, kamu hanya bisa mendapatkan 10 lot. Dengan demikian, kamu pun bisa mendapat untung 2 lot dengan strategi DCA, bukan?

Risiko minimal yang ditawarkan oleh metode Dollar Cost Averaging atau DCA sedikit banyak dapat membantumu menjaga stabilitas emosi saat berinvestasi. Kamu nggak perlu terlalu khawatir sampai mengecek portofolio terus menerus karena modal besar yang tertanam di suatu instrumen.

Dollar Cost Averaging juga dapat melatih disiplin diri sebagai seorang investor perseorangan. Dengan komitmen untuk berinvestasi secara rutin dengan target perolehan hasil yang lebih besar di masa depan, mau tak mau kamu harus menyiasati bujet agar bisa rutin menjalankan kebiasaan berinvestasi.

Dengan membiasakan untuk berinvestasi secara rutin dengan menganalisa pasar saham terlebih dulu, kamu juga melatih diri agar tidak terjebak dalam hasrat untuk membeli emiten tertentu ketika terjadi reli. Kamu juga nggak gampang terpengaruh dengan sentimen positif terhadap suatu perusahaan yang masih harus ditelusuri kinerja dan prospeknya.

Selain itu, ada juga salah satu bentuk investasi masa depan yang tak boleh dilewatkan, yakni asuransi. Dengan asuransi pastinya kamu juga dapat mengatur keuangan untuk masa depanmu. Ada beragam pilihan asuransi yang bisa kamu pilih di Qoala Apps ataupun Blog Qoala.